27.4 C
Manado
Monday, 27 March 2023

Desa Ini Belum Merasakan Modernisasi, Orang Sakit Harus ‘Terobos Maut’ untuk Berobat

Meski teknologi sudah canggih dan zaman semakin maju, namun masih ada desa yang terisolir di Sulawesi Utara. Ya, Desa Pomoman, Kecamatan Poigar, Kabupaten Bolmong.

Laporan: Jackly Makarawung, Kabupaten Bolmong

MERUPAKAN daerah yang belum menikmati modernisasi dunia ini. Untuk sampai di kampung ini saja harus melewati dua sungai besar.

Mendung kembali menghiasi langit di Kabupaten Bolmong. Hujan rintik terjadi di beberapa lokasi di Kecamatan Poigar dan derasnya aliran sungai mulai terdengar diujung Desa Mondatong.

1491945 Adx_ManadoPost_InPage_Mobile

Ya, untuk sampai di Desa Pomoman harus bersiap untuk menantang arus sungai di Desa Mondatong. Sayangnya, debit air naik aliran yang deras tidak memungkinkan wartawan koran ini untuk pergi ke desa yang terisolir diujung Kecamatan Poigar.

Termenung memantau aliran air sungai, terlihat senyum di bibir Rusdi, warga Pomoman yang bersama-sama wartawan koran ini hendak ke desa tersebut. “Ya beginilah kesulitan hidup yang harus dialami warga Pomoman. Jika musim hujan air sungai naik dan alirannya sangat deras. Akibatnya masyarakat tidak bisa masuk ataupun keluar kampung,” ujarnya.

Ia mengungkapkan, jika hujan deras dan sungai meluap maka akses kendaraan untuk masuk dan keluar kampung tidak ada lagi. Jika nekat warga harus menerobos derasnya aliran sungai.

Dikisahkannya, sempat ada warga yang sakit dan harus mendapatkan pelayanan kesehatan saat musim hujan dan air sungai meluap. Terpaksa katanya, pasien tersebut harus dipikul warga menggunakan kalekos (angkutan menggunakan kayu dan karung yang dipikul) dan yang memikul harus berjalan melewati sungai.

“Ini sudah menjadi kebiasaan warga. Mau bagaimana lagi, hingga saat ini belum ada akses jalan memadai,” jelasnya.

Dengan kondisi ini, warga di desa yang mengantongi 98 kepala keluarga sangatlah tersiksa. Jangankan untuk berpikir kaya, untuk berkembang saja sangatlah susah. Sebab walaupun daerah tersebut dianugerahi dengan kondisi tanah subur, namun kerja keras semua warga yang berprofesi sebagai petani seakan sia-sia.

Untuk memasarkan hasil komoditi warga sangatlah sulit sebab untuk pergi ke pasar di pusat Kecamatan Poigar para petani harus menyewa motor seharga 140 ribu pergi dan pulang. “Jadi untuk hasil komoditi, sebagian besar habis untuk sewa kendaraan,” beber Sangadi Pomoman Sunardi Mokodompit.
Sangadi yang sudah 3 tahun menjabat ini mengharapkan adanya pembangunan 2 jembatan di akses jalan menuju Pomoman.

Baca Juga:  Monitoring KPK, Daerah-daerah Ini Dapat Nilai Rendah

Kata Didi sebelum ada jalan baru yang dibangun melalui dana desa, para warga harus melintasi 8 sungai. “Saat ini kita telah membangun jalan senilai 300-an juta melalui dana desa. Tinggal ada 2 sungai yakni selebar 12 meter di dekat Desa Mondatong dan 8 meter di dekat Desa Pomoman,” terangnya.

Diketahui, sebenarnya Pomoman merupakan desa yang kaya dengan sumber daya alam. Di desa ini terdapat, berbagai hasil perkebunan yang melimpah. Sayangnya warga sulit memasarkannya karena akses jalan yang sulit dilalui. Namun, sebagian besar warga harus hidup di bawah garis kemiskinan karena tidak bisa berbuat lebih untuk meningkatkan perekonomiannya.

“Desa ini tidak bisa berkembang karena faktor jalan. Sehingga banyak penduduk terpaksa keluar desa dan menetap di sana karena kondisi seperti ini,” terang Sangadi. “Adapun kendaraan berjenis Toyota Hardtop yang sudah dimodifikasi sering menjadi alat transportasi warga desa. Namun ongkosnya sangat sulit dijangkau karena sekali jalan pulang dan pergi disewa dengan harga Rp600 ribu,” tambah Sangadi.

Ia mengungkapkan kesulitan masyarakat bukan hanya itu saja, sebab hingga saat ini masyarakat belum pernah merasakan akses internet. Bahkan, untuk mendapatkan signal telekomunikasi hanya ada di satu titik yakni di kantor desa. “Kami sangat berharap asanya akses internet di desa,” harap Didi -sapaan akrabnya-.

Parahnya lagi, sebagai desa terpencil masyarakat setempat harus berjuang keras untuk mendapatkan kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Untuk pendidikan, desa tersebut sebenarnya terdapat dua sekolah yakni SD (sekolah dasar) dan SMP (sekolah menengah pertama).

Sayangnya, tenaga pengajar di kedua sekolah tersebut belum memadai. Sedangkan untuk fasilitas kesehatan, di desa tersebut pernah dibangun Pusat Kesehatan Masyarakat (PKM) sayangnya sudah tidak berfungsi karena tak ada perawat.

“Sebenarnya, beberapa tahun lalu ada perawat namun saat ini sudah tidak ada. Jadi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan masyarakat harus pergi ke pusat kecamatan,” jelas Pak Didi.

Selain itu, desa ini juga dilengkapi dengan keindahan alam yang mempesona seperti air terjun. Air Terjun Pomoman ini memiliki beberapa tingkatan, di kiri merupakan air terjun paling panjang sekira 30 meter, sedangkan di kanan memiliki 3 tingkatan. Untuk menggapai air terjun yang berada di belakang kampung, harus berjalan kaki sekira 150 meter.

Baca Juga:  PA 212 Serang Jokowi! Kritik Kaesang Pangarep Beli Saham Rp92 Miliar dan Minta Usut Sumber Harta

Namun jalan menuju lokasinya membutuhkan waktu sekitar 25 menit, jalan yang curam dan licin. Air terjun ini juga membentuk sebuah kolam alami dengan kedalaman sekitar 4 meter. Di kolam ini, bisa mandi berenang atau hanya duduk di bebatuan dan mencelupkan kaki ke air.

Tokoh masyarakat Pomoman A Walangitan mengatakan, tempat yang masih alami ini butuh sentuhan pemerintah untuk dapat meningkatkan pendapatan daerah dengan potensi wisata yang ada. “Di sini ada banyak potensi wisata, selain air terjun ada juga air putih dan air panas. Yang utama itu harus jalan dulu. Kalau akses jalan sudah bagus pasti banyak yang berkunjung supaya desa kami kedepan ramai dikunjungi wisatawan lokal maupun luar daerah,” ungkapnya.

Diketahui, Desa Pomoman dahulunya hanya perkebunan warga Bulud yang dinamakan Pomomaan atau tempat persinggahan.

Setelah itu, departemen sosial menjadikan tempat ini sebagai lokasi Bantuan Keluarga Bencana Alam (BKBA). Pada tanggal 24 Maret 1983 merupakan awal masuknya pemukiman di desa Pomoman, warga yang datang bermukim yakni dari Desa Roong, Talour, Kiniar (Kabupaten Minahasa) Sisipan, Bulud dan Poigar (Kabupaten Bolmong) terdapat sebanyak 195 kepala keluarga.

Fret Tampi ditunjuk pemerintah sebagai koordinator pertama, Wahid Mokoginta koordinator kedua, Joutje Kawet koordinator ketiga dan Joutje Kasakean koordinator ke empat. Setelah lama bermukim di lokasi tersebut, Desa Pomoman baru didefinitifkan dengan nomor kode 71-02.15.2008 pada tanggal 25 Maret 1994. Ini  berdasarkan surat keputusan gubernur Sulawesi Utara No.411 tahun 1993 tanggal 30 Desember 1993 yang di tandatangani Gubernur Sulut C J Rantung.

Kepala desa pertama di Pomoman adalah Joutje Kasakean (1994-2000), kedua Ferdinan Karu (2000-2008), kepala desa ketiga Decky Kapojos (2008-2013) sebelum habis masa jabatan beliau meninggal dunia kemudian di gantikan oleh pejabat sementara yaitu Yance Pua selama lima bulan, kemudian digantikan Alexander E Walangitan.

Sementara itu, Camat Poigar Alfina Sumenda mengatakan, pihaknya terus mendorong untuk pembangunan akses jalan di Pomoman. Katanya, tahun 2021 lalu dengan menggunakan dana desa akses jalan di Pomoman telah dibangun.

“Setidaknya akses jalan ini bisa menghindari 6 sungai seperti akses sebelumnya,” jelasnya.

Ia juga mengayakan kedepan pihaknya mengusulkan pembangunan jembatan untuk menghubungkan Pomoman dan Mondatong.

“Kita akan berupaya supaya pembangunan jembatan bisa masuk dalam skala prioritas pembangunan di Pemkab Bolmong,” tutupnya. (*)

Meski teknologi sudah canggih dan zaman semakin maju, namun masih ada desa yang terisolir di Sulawesi Utara. Ya, Desa Pomoman, Kecamatan Poigar, Kabupaten Bolmong.

Laporan: Jackly Makarawung, Kabupaten Bolmong

MERUPAKAN daerah yang belum menikmati modernisasi dunia ini. Untuk sampai di kampung ini saja harus melewati dua sungai besar.

Mendung kembali menghiasi langit di Kabupaten Bolmong. Hujan rintik terjadi di beberapa lokasi di Kecamatan Poigar dan derasnya aliran sungai mulai terdengar diujung Desa Mondatong.

Ya, untuk sampai di Desa Pomoman harus bersiap untuk menantang arus sungai di Desa Mondatong. Sayangnya, debit air naik aliran yang deras tidak memungkinkan wartawan koran ini untuk pergi ke desa yang terisolir diujung Kecamatan Poigar.

Termenung memantau aliran air sungai, terlihat senyum di bibir Rusdi, warga Pomoman yang bersama-sama wartawan koran ini hendak ke desa tersebut. “Ya beginilah kesulitan hidup yang harus dialami warga Pomoman. Jika musim hujan air sungai naik dan alirannya sangat deras. Akibatnya masyarakat tidak bisa masuk ataupun keluar kampung,” ujarnya.

Ia mengungkapkan, jika hujan deras dan sungai meluap maka akses kendaraan untuk masuk dan keluar kampung tidak ada lagi. Jika nekat warga harus menerobos derasnya aliran sungai.

Dikisahkannya, sempat ada warga yang sakit dan harus mendapatkan pelayanan kesehatan saat musim hujan dan air sungai meluap. Terpaksa katanya, pasien tersebut harus dipikul warga menggunakan kalekos (angkutan menggunakan kayu dan karung yang dipikul) dan yang memikul harus berjalan melewati sungai.

“Ini sudah menjadi kebiasaan warga. Mau bagaimana lagi, hingga saat ini belum ada akses jalan memadai,” jelasnya.

Dengan kondisi ini, warga di desa yang mengantongi 98 kepala keluarga sangatlah tersiksa. Jangankan untuk berpikir kaya, untuk berkembang saja sangatlah susah. Sebab walaupun daerah tersebut dianugerahi dengan kondisi tanah subur, namun kerja keras semua warga yang berprofesi sebagai petani seakan sia-sia.

Untuk memasarkan hasil komoditi warga sangatlah sulit sebab untuk pergi ke pasar di pusat Kecamatan Poigar para petani harus menyewa motor seharga 140 ribu pergi dan pulang. “Jadi untuk hasil komoditi, sebagian besar habis untuk sewa kendaraan,” beber Sangadi Pomoman Sunardi Mokodompit.
Sangadi yang sudah 3 tahun menjabat ini mengharapkan adanya pembangunan 2 jembatan di akses jalan menuju Pomoman.

Baca Juga:  BREAKING! Mutasi Polri: Irjen Setyo Budiyanto Kapolda Sulut, Irjen Mulyatno Persiapan Pensiun

Kata Didi sebelum ada jalan baru yang dibangun melalui dana desa, para warga harus melintasi 8 sungai. “Saat ini kita telah membangun jalan senilai 300-an juta melalui dana desa. Tinggal ada 2 sungai yakni selebar 12 meter di dekat Desa Mondatong dan 8 meter di dekat Desa Pomoman,” terangnya.

Diketahui, sebenarnya Pomoman merupakan desa yang kaya dengan sumber daya alam. Di desa ini terdapat, berbagai hasil perkebunan yang melimpah. Sayangnya warga sulit memasarkannya karena akses jalan yang sulit dilalui. Namun, sebagian besar warga harus hidup di bawah garis kemiskinan karena tidak bisa berbuat lebih untuk meningkatkan perekonomiannya.

“Desa ini tidak bisa berkembang karena faktor jalan. Sehingga banyak penduduk terpaksa keluar desa dan menetap di sana karena kondisi seperti ini,” terang Sangadi. “Adapun kendaraan berjenis Toyota Hardtop yang sudah dimodifikasi sering menjadi alat transportasi warga desa. Namun ongkosnya sangat sulit dijangkau karena sekali jalan pulang dan pergi disewa dengan harga Rp600 ribu,” tambah Sangadi.

Ia mengungkapkan kesulitan masyarakat bukan hanya itu saja, sebab hingga saat ini masyarakat belum pernah merasakan akses internet. Bahkan, untuk mendapatkan signal telekomunikasi hanya ada di satu titik yakni di kantor desa. “Kami sangat berharap asanya akses internet di desa,” harap Didi -sapaan akrabnya-.

Parahnya lagi, sebagai desa terpencil masyarakat setempat harus berjuang keras untuk mendapatkan kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Untuk pendidikan, desa tersebut sebenarnya terdapat dua sekolah yakni SD (sekolah dasar) dan SMP (sekolah menengah pertama).

Sayangnya, tenaga pengajar di kedua sekolah tersebut belum memadai. Sedangkan untuk fasilitas kesehatan, di desa tersebut pernah dibangun Pusat Kesehatan Masyarakat (PKM) sayangnya sudah tidak berfungsi karena tak ada perawat.

“Sebenarnya, beberapa tahun lalu ada perawat namun saat ini sudah tidak ada. Jadi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan masyarakat harus pergi ke pusat kecamatan,” jelas Pak Didi.

Selain itu, desa ini juga dilengkapi dengan keindahan alam yang mempesona seperti air terjun. Air Terjun Pomoman ini memiliki beberapa tingkatan, di kiri merupakan air terjun paling panjang sekira 30 meter, sedangkan di kanan memiliki 3 tingkatan. Untuk menggapai air terjun yang berada di belakang kampung, harus berjalan kaki sekira 150 meter.

Baca Juga:  Winarko: Pecandu Lebih Suka Masuk Penjara

Namun jalan menuju lokasinya membutuhkan waktu sekitar 25 menit, jalan yang curam dan licin. Air terjun ini juga membentuk sebuah kolam alami dengan kedalaman sekitar 4 meter. Di kolam ini, bisa mandi berenang atau hanya duduk di bebatuan dan mencelupkan kaki ke air.

Tokoh masyarakat Pomoman A Walangitan mengatakan, tempat yang masih alami ini butuh sentuhan pemerintah untuk dapat meningkatkan pendapatan daerah dengan potensi wisata yang ada. “Di sini ada banyak potensi wisata, selain air terjun ada juga air putih dan air panas. Yang utama itu harus jalan dulu. Kalau akses jalan sudah bagus pasti banyak yang berkunjung supaya desa kami kedepan ramai dikunjungi wisatawan lokal maupun luar daerah,” ungkapnya.

Diketahui, Desa Pomoman dahulunya hanya perkebunan warga Bulud yang dinamakan Pomomaan atau tempat persinggahan.

Setelah itu, departemen sosial menjadikan tempat ini sebagai lokasi Bantuan Keluarga Bencana Alam (BKBA). Pada tanggal 24 Maret 1983 merupakan awal masuknya pemukiman di desa Pomoman, warga yang datang bermukim yakni dari Desa Roong, Talour, Kiniar (Kabupaten Minahasa) Sisipan, Bulud dan Poigar (Kabupaten Bolmong) terdapat sebanyak 195 kepala keluarga.

Fret Tampi ditunjuk pemerintah sebagai koordinator pertama, Wahid Mokoginta koordinator kedua, Joutje Kawet koordinator ketiga dan Joutje Kasakean koordinator ke empat. Setelah lama bermukim di lokasi tersebut, Desa Pomoman baru didefinitifkan dengan nomor kode 71-02.15.2008 pada tanggal 25 Maret 1994. Ini  berdasarkan surat keputusan gubernur Sulawesi Utara No.411 tahun 1993 tanggal 30 Desember 1993 yang di tandatangani Gubernur Sulut C J Rantung.

Kepala desa pertama di Pomoman adalah Joutje Kasakean (1994-2000), kedua Ferdinan Karu (2000-2008), kepala desa ketiga Decky Kapojos (2008-2013) sebelum habis masa jabatan beliau meninggal dunia kemudian di gantikan oleh pejabat sementara yaitu Yance Pua selama lima bulan, kemudian digantikan Alexander E Walangitan.

Sementara itu, Camat Poigar Alfina Sumenda mengatakan, pihaknya terus mendorong untuk pembangunan akses jalan di Pomoman. Katanya, tahun 2021 lalu dengan menggunakan dana desa akses jalan di Pomoman telah dibangun.

“Setidaknya akses jalan ini bisa menghindari 6 sungai seperti akses sebelumnya,” jelasnya.

Ia juga mengayakan kedepan pihaknya mengusulkan pembangunan jembatan untuk menghubungkan Pomoman dan Mondatong.

“Kita akan berupaya supaya pembangunan jembatan bisa masuk dalam skala prioritas pembangunan di Pemkab Bolmong,” tutupnya. (*)

Most Read

Artikel Terbaru