23.4 C
Manado
Sunday, 2 April 2023

Ini Kisah Inspiratif Muslin, Sarjana Matematika yang Pilih jadi Petani

Tahun 2014 lulus sebagai seorang sarjana muda namun bukan sarjana pertanian, dan pulang ke kampung belajar menjadi petani. Itulah pilihan hidup seorang Muslin Mirontoneng. Menjadi petani muda. Berbagai upaya yang dilakukan mulai dari belajar cara menanam rica dan tomat, sembari serius mengikuti tayangan-tayangan tentang cara memupuk serta mencegah dan mengobati tanaman dari serangan hama lewat media sosial.

Laporan : Sriwani Adolong, Sangihe

MERASA terpanggil untuk membangun kampung halamannya lewat pertanian, selain itu juga prihatin melihat kondisi Kabupaten Kepuluan Sangihe sebagai daerah kepulauan yang ketergantungan suplai bahan hortikultura dan pangan dari luar daerah. Dengan kata lain hampir semua yang dimakan warga Sangihe merupakan suplai dari luar daerah.
Inilah yang menjadi motivasi Muslin Mirontoneng, lelaki berusia 30 tahun menjadi seorang petani muda di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Meski lulus sebagai seorang sarjana Pendidikan Matematika, namun berbeda pemikiran dengan sarjana pada umumnya yang harus menunggu rekrutmen Pegawai Negeri Sipil (PNS) sehingga menambah daftar pengangguran di daerah.
Dia mengisahkan, usai lulus kuliah dan diwisuda pada tahun 2014 lalu, dirinya langsung pulang ke kampung halaman di Desa Malamenggu Kecamatan Tabukan Selatan Kabupaten Kepulauan Sangihe dan berkeinginan untuk bertani. Saat itu dia mulai memanfaatkan lahan yang ada dengan menanam rica dan tomat sembari belajar melalui tayangan-tayangan tentang cara memupuk serta mencegah dan mengobati tanaman dari serangan hama.
“Meski saat itu ada yang sempat berkata miring dengan pilihan saya dengan kata jauh- jauh sekolah, pulang kampung hanya jadi petani. Namun tidak memadamkan semangat saya,” ungkap pria yang menjabat sebagai Ketua Komunitas Petani Muda Sangihe ini.
“Dua tahun pertama saya belajar pola-pola pertanian modern. Dari situ saya tahu kenapa pola pertanian yang selama ini diterapkan orang tua kami kurang efektif. Setelah saya mulai bisa, saya mulai berjalan ke kampung-kampung mengajak teman-teman seusia saya menjadi petani. Saya bahkan tidak malu-malu bercerita pada mereka kalau hasil dari apa yang saya yakini dan kerjakan bisa membiayai pendidikan adik saya sampai selesai sekolah,” kenang Muslin.
Dan saat ini, sudah 7 tahun dirinya menjadi petani muda yang sukses menanam pangan lokal berupa ubi jalar, ubi kayu, talas, dan juga tanaman sayuran, seperti tomat, cabe, sawi, kacang panjang, serta saat ini sementara mengembangkan tanaman buahan seperti nanas, pepaya dan semangka. Namun sudah sangat membantu memenuhi kebutuhan hortikultura dan pangan di Kabupaten Kepulauan Sangihe terutama melalui Komunitas Petani Muda Sangihe.
Walaupun ada saja kendala yang dihadapi, seperti kenaikan harga sarana produksi (saprodi) pertanian dan juga sering terjadinya bencana alam berupa angin kencang disertai dengan hujan lebat yang membuat kegagalan panen, namun sejauh ini pendapatan yang dia peroleh dari hasil bertani sudah lebih dari cukup.
“Untuk pendapatan saya tergantung dari luas lahan, tetapi sampai saat ini saya merasa cukup dengan pendapatan menjadi petani,” bebernya.
Menurutnya, menjadi petani di Sangihe asyik, dibandingkan daerah lainnya. Dikarenakan Sangihe memiliki petani yang tergolong sedikit sehingga bantuan stimulan Pemkab Sangihe tergolong banyak. “Namun kuncinya adalah buktikan dulu hasil anda, pemerintah pasti akan menunjangnya berupa bantuan-bantuan,” tegas Muslin.
Dia juga berpesan untuk anak muda yang saat ini sudah selesai sekolah baik SMA maupun Perguruan Tinggi yang hanya memandang PNS sebagai pekerjaan, disementara banyak pekerjaan yang bisa menghasilkan uang seperti bertani. Jangan melihat petani itu dari kotornya, tapi sesekali berkunjung ke kebunnya dan coba hitung tanamannya, maka anda akan mengetahui berapa pendapatan petani tersebut. Dan meski sempat dilanda pandemi covid-19, namun salah satu usaha yang tidak tergoyakan yaitu bertani. Asalkan petani yang betul-betul bertani, bukan petani asal jadi ada bantuan. “Mungkin jadi PNS adalah primadona sebagian orang, tapi jadi petani adalah pilihan. Yang mengatur waktu adalah anda sendiri, yang memerintah anda sendiri, bisa dikatakan petani itu kerja tanpa tekanan dan tanpa atasan, karena anda sendiri yang jadi bosnya,” kunci Muslin. (*)

Baca Juga:  Harga Rica Tembus 100 Ribu, Pedagang: Mau Bagaimana Lagi, dari Petani Rp 87 Ribu Per Kg

Tahun 2014 lulus sebagai seorang sarjana muda namun bukan sarjana pertanian, dan pulang ke kampung belajar menjadi petani. Itulah pilihan hidup seorang Muslin Mirontoneng. Menjadi petani muda. Berbagai upaya yang dilakukan mulai dari belajar cara menanam rica dan tomat, sembari serius mengikuti tayangan-tayangan tentang cara memupuk serta mencegah dan mengobati tanaman dari serangan hama lewat media sosial.

Laporan : Sriwani Adolong, Sangihe

MERASA terpanggil untuk membangun kampung halamannya lewat pertanian, selain itu juga prihatin melihat kondisi Kabupaten Kepuluan Sangihe sebagai daerah kepulauan yang ketergantungan suplai bahan hortikultura dan pangan dari luar daerah. Dengan kata lain hampir semua yang dimakan warga Sangihe merupakan suplai dari luar daerah.
Inilah yang menjadi motivasi Muslin Mirontoneng, lelaki berusia 30 tahun menjadi seorang petani muda di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Meski lulus sebagai seorang sarjana Pendidikan Matematika, namun berbeda pemikiran dengan sarjana pada umumnya yang harus menunggu rekrutmen Pegawai Negeri Sipil (PNS) sehingga menambah daftar pengangguran di daerah.
Dia mengisahkan, usai lulus kuliah dan diwisuda pada tahun 2014 lalu, dirinya langsung pulang ke kampung halaman di Desa Malamenggu Kecamatan Tabukan Selatan Kabupaten Kepulauan Sangihe dan berkeinginan untuk bertani. Saat itu dia mulai memanfaatkan lahan yang ada dengan menanam rica dan tomat sembari belajar melalui tayangan-tayangan tentang cara memupuk serta mencegah dan mengobati tanaman dari serangan hama.
“Meski saat itu ada yang sempat berkata miring dengan pilihan saya dengan kata jauh- jauh sekolah, pulang kampung hanya jadi petani. Namun tidak memadamkan semangat saya,” ungkap pria yang menjabat sebagai Ketua Komunitas Petani Muda Sangihe ini.
“Dua tahun pertama saya belajar pola-pola pertanian modern. Dari situ saya tahu kenapa pola pertanian yang selama ini diterapkan orang tua kami kurang efektif. Setelah saya mulai bisa, saya mulai berjalan ke kampung-kampung mengajak teman-teman seusia saya menjadi petani. Saya bahkan tidak malu-malu bercerita pada mereka kalau hasil dari apa yang saya yakini dan kerjakan bisa membiayai pendidikan adik saya sampai selesai sekolah,” kenang Muslin.
Dan saat ini, sudah 7 tahun dirinya menjadi petani muda yang sukses menanam pangan lokal berupa ubi jalar, ubi kayu, talas, dan juga tanaman sayuran, seperti tomat, cabe, sawi, kacang panjang, serta saat ini sementara mengembangkan tanaman buahan seperti nanas, pepaya dan semangka. Namun sudah sangat membantu memenuhi kebutuhan hortikultura dan pangan di Kabupaten Kepulauan Sangihe terutama melalui Komunitas Petani Muda Sangihe.
Walaupun ada saja kendala yang dihadapi, seperti kenaikan harga sarana produksi (saprodi) pertanian dan juga sering terjadinya bencana alam berupa angin kencang disertai dengan hujan lebat yang membuat kegagalan panen, namun sejauh ini pendapatan yang dia peroleh dari hasil bertani sudah lebih dari cukup.
“Untuk pendapatan saya tergantung dari luas lahan, tetapi sampai saat ini saya merasa cukup dengan pendapatan menjadi petani,” bebernya.
Menurutnya, menjadi petani di Sangihe asyik, dibandingkan daerah lainnya. Dikarenakan Sangihe memiliki petani yang tergolong sedikit sehingga bantuan stimulan Pemkab Sangihe tergolong banyak. “Namun kuncinya adalah buktikan dulu hasil anda, pemerintah pasti akan menunjangnya berupa bantuan-bantuan,” tegas Muslin.
Dia juga berpesan untuk anak muda yang saat ini sudah selesai sekolah baik SMA maupun Perguruan Tinggi yang hanya memandang PNS sebagai pekerjaan, disementara banyak pekerjaan yang bisa menghasilkan uang seperti bertani. Jangan melihat petani itu dari kotornya, tapi sesekali berkunjung ke kebunnya dan coba hitung tanamannya, maka anda akan mengetahui berapa pendapatan petani tersebut. Dan meski sempat dilanda pandemi covid-19, namun salah satu usaha yang tidak tergoyakan yaitu bertani. Asalkan petani yang betul-betul bertani, bukan petani asal jadi ada bantuan. “Mungkin jadi PNS adalah primadona sebagian orang, tapi jadi petani adalah pilihan. Yang mengatur waktu adalah anda sendiri, yang memerintah anda sendiri, bisa dikatakan petani itu kerja tanpa tekanan dan tanpa atasan, karena anda sendiri yang jadi bosnya,” kunci Muslin. (*)

Baca Juga:  Petani Keluhkan Kelangkaan Pupuk

Most Read

Artikel Terbaru