24.4 C
Manado
Sunday, 2 April 2023

Kisah Inspiratif Emon Paat, Sukses Kembangkan Usaha Kopi Arabica hingga ke Mancanegara

ALMONTANA Stefanus Maesa Paat, atau biasa disapa Emon. Jadi figur petani milenial yang eksis menggeluti budidaya tanaman kopi di Kota Tomohon, sejak tahun 2015 hingga kini.

Memulai bisnis kedai kopi dengan modal kecil, siapa sangka selain telah memiliki lahan pertanian kopi kurang lebih 6 hektare. Plus omset ratusan juta pertahun. Dirinya pun berhasil kembali meyakinkan para petani kopi di Tomohon, untuk kembali menggarap tanaman famili Rubiaceae ini. Malahan, dari sekira 50-an kedai kopi yang ada di Kota Tomohon sekarang. Lebih dari separuh, punya ilmu dan berprofesi sebagai Barista. Berkat bimbingan dan didikan Emon.

Tak pelak, dua penghargaan dari Bank Indonesia (BI) Sulut berhasil disabet suami Elizabeth Soedjarno ini. Masing-masing sebagai Wira Usaha Unggulan Bank Indonesia dan Petani Pakar Bank Indonesia di tahun 2021 lalu.

“Puji Tuhan menggeluti bisnis kopi, memang tidak membuat kita kaya tapi bisa membuat kita hidup. Dan bersyukur, saya berhasil kembali meyakinkan para petani kopi di Tomohon. Untuk menjadikan pertanian kopi sebagai sumber pendapatan. Meski di sekitar tahun 2018 silam, harga jual kopi sempat anjlok karena petani, belum memahami betul bagaimana cara budidaya tanaman kopi dengan baik,” ungkap Emon, ketika diwawancarai Manado Post, Selasa (31/1).

Baca Juga:  Ini Cara Reynaldi Lengkong Tarik Pelanggan di Kedai Kopi Selama Pandemi
1491945 Adx_ManadoPost_InPage_Mobile

Tak hanya penghargaan prestisius berhasil disabet Emon, produk kopi Arabica yang digelutinya pun telah menyasar pasar hingga ke mancanegara. Mulai dari Jepang, Jerman, Kanada dan Amerika Serikat. Kopi Arabica atau Kopi Tomohon hasil olahannya, sudah banyak mendapatkan hati para penikmatnya.

“Saya belajar budidaya kopi, sewaktu berangkat ke Jepang. Disana (Jepang,red) malahan saya dan saudara, ada juga teman dari Manado, awalnya kerja serabutan. Kita kerja di pabrik, kadang tak tentu juga penghasilannya. Lantas tiba-tiba kepikiran, untuk buka kedai kopi di Jepang. Cuma terbentur dengan pekerjaan tetap sebagai buruh waktu itu, tahun 2015. Akhirnya di tahun 2017, saya pulang dari Jepang dan memutuskan untuk menanam kopi. Menggeluti dan mempelajari lebih dalam tentang kopi,” beber ayah dua orang anak ini.

Ditanya soal alasan dirinya menggeluti kopi. Emon bilang, pembudidayaan tanaman kopi sama halnya dengan investasi logam mulia layaknya emas. Kopi, kata dia, hanya sekali tanam tapi bisa dimanfaatkan hingga puluhan tahun. Belum lagi, jika proses pengolahannya sesuai kompetensi dan standar pasar internasional.

“Pemanfaatan tanaman kopi bisa sampai 30 tahun. Dan permintaan di pasaran stabil bahkan cenderung naik tiap tahunnya. Ini yang membuat saya bisa meyakinkan petani kopi di Koya Minahasa, untuk kembali menggarap tanaman kopi jadi sumber utama pendapatan. Luar biasa! Dari hasil olahan petani hanya dihargai Rp.50.000/Kg, sekarang berkat pendampingan dan pelatihan, hasil petani kopi sekarang sudah dihargai Rp.120.000/Kg. Bisnis ini sustainable bro,” ucap owner Elmonts Coffee and Roastery ini.

Baca Juga:  FAKTA BARU! Timothy Dien, Pelajar Sulut Meninggal Misterius di Amerika Ternyata Warga Negara Ganda

Bahkan Emon bilang, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Super Prioritas Likupang, yang gencar didorong sebagai etalase pariwisata di Indonesia Timur. Menunjuk Emon sebagai pembicara dalam pengembangan budidaya kopi, yang nantinya diproyeksi jadi produk UMKM unggulan Sulut. Layaknya branding Kopi Toraja dan Kopi Aceh Gayo.

“Satu harapan saya sebagai petani kopi di Sulut. Kiranya pemerintah provinsi dan pusat, dapat memperhatikan keberadaan petani kopi. Lihat dan dengar langsung apa yang menjadi kebutuhan kami di lapangan. Karena potensi kopi di Sulut, luar biasa dan sangat menjanjikan. Karakteristik daerah kita sangat supporting untuk pengembangan tanaman kopi. Senang rasanya bisa  mengembangkan produk asli daerah, apalagi bisa mematenkan Kopi Tomohon sebagai kekayaan khazanah nusantara. Memang bertani di saat globalisasi sekarang mungkin dianggap kuno. Tapi ingat! Hasil olahan orang kuno yaitu tanaman kopi, juga dinikmati orang-orang masa kini,” pungkas Emon. (yol)

ALMONTANA Stefanus Maesa Paat, atau biasa disapa Emon. Jadi figur petani milenial yang eksis menggeluti budidaya tanaman kopi di Kota Tomohon, sejak tahun 2015 hingga kini.

Memulai bisnis kedai kopi dengan modal kecil, siapa sangka selain telah memiliki lahan pertanian kopi kurang lebih 6 hektare. Plus omset ratusan juta pertahun. Dirinya pun berhasil kembali meyakinkan para petani kopi di Tomohon, untuk kembali menggarap tanaman famili Rubiaceae ini. Malahan, dari sekira 50-an kedai kopi yang ada di Kota Tomohon sekarang. Lebih dari separuh, punya ilmu dan berprofesi sebagai Barista. Berkat bimbingan dan didikan Emon.

Tak pelak, dua penghargaan dari Bank Indonesia (BI) Sulut berhasil disabet suami Elizabeth Soedjarno ini. Masing-masing sebagai Wira Usaha Unggulan Bank Indonesia dan Petani Pakar Bank Indonesia di tahun 2021 lalu.

“Puji Tuhan menggeluti bisnis kopi, memang tidak membuat kita kaya tapi bisa membuat kita hidup. Dan bersyukur, saya berhasil kembali meyakinkan para petani kopi di Tomohon. Untuk menjadikan pertanian kopi sebagai sumber pendapatan. Meski di sekitar tahun 2018 silam, harga jual kopi sempat anjlok karena petani, belum memahami betul bagaimana cara budidaya tanaman kopi dengan baik,” ungkap Emon, ketika diwawancarai Manado Post, Selasa (31/1).

Baca Juga:  FAKTA BARU! Timothy Dien, Pelajar Sulut Meninggal Misterius di Amerika Ternyata Warga Negara Ganda

Tak hanya penghargaan prestisius berhasil disabet Emon, produk kopi Arabica yang digelutinya pun telah menyasar pasar hingga ke mancanegara. Mulai dari Jepang, Jerman, Kanada dan Amerika Serikat. Kopi Arabica atau Kopi Tomohon hasil olahannya, sudah banyak mendapatkan hati para penikmatnya.

“Saya belajar budidaya kopi, sewaktu berangkat ke Jepang. Disana (Jepang,red) malahan saya dan saudara, ada juga teman dari Manado, awalnya kerja serabutan. Kita kerja di pabrik, kadang tak tentu juga penghasilannya. Lantas tiba-tiba kepikiran, untuk buka kedai kopi di Jepang. Cuma terbentur dengan pekerjaan tetap sebagai buruh waktu itu, tahun 2015. Akhirnya di tahun 2017, saya pulang dari Jepang dan memutuskan untuk menanam kopi. Menggeluti dan mempelajari lebih dalam tentang kopi,” beber ayah dua orang anak ini.

Ditanya soal alasan dirinya menggeluti kopi. Emon bilang, pembudidayaan tanaman kopi sama halnya dengan investasi logam mulia layaknya emas. Kopi, kata dia, hanya sekali tanam tapi bisa dimanfaatkan hingga puluhan tahun. Belum lagi, jika proses pengolahannya sesuai kompetensi dan standar pasar internasional.

“Pemanfaatan tanaman kopi bisa sampai 30 tahun. Dan permintaan di pasaran stabil bahkan cenderung naik tiap tahunnya. Ini yang membuat saya bisa meyakinkan petani kopi di Koya Minahasa, untuk kembali menggarap tanaman kopi jadi sumber utama pendapatan. Luar biasa! Dari hasil olahan petani hanya dihargai Rp.50.000/Kg, sekarang berkat pendampingan dan pelatihan, hasil petani kopi sekarang sudah dihargai Rp.120.000/Kg. Bisnis ini sustainable bro,” ucap owner Elmonts Coffee and Roastery ini.

Baca Juga:  Alami Kecelakaan, Mobil Tangki Mau Bawa BBM ke Tumpaan

Bahkan Emon bilang, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Super Prioritas Likupang, yang gencar didorong sebagai etalase pariwisata di Indonesia Timur. Menunjuk Emon sebagai pembicara dalam pengembangan budidaya kopi, yang nantinya diproyeksi jadi produk UMKM unggulan Sulut. Layaknya branding Kopi Toraja dan Kopi Aceh Gayo.

“Satu harapan saya sebagai petani kopi di Sulut. Kiranya pemerintah provinsi dan pusat, dapat memperhatikan keberadaan petani kopi. Lihat dan dengar langsung apa yang menjadi kebutuhan kami di lapangan. Karena potensi kopi di Sulut, luar biasa dan sangat menjanjikan. Karakteristik daerah kita sangat supporting untuk pengembangan tanaman kopi. Senang rasanya bisa  mengembangkan produk asli daerah, apalagi bisa mematenkan Kopi Tomohon sebagai kekayaan khazanah nusantara. Memang bertani di saat globalisasi sekarang mungkin dianggap kuno. Tapi ingat! Hasil olahan orang kuno yaitu tanaman kopi, juga dinikmati orang-orang masa kini,” pungkas Emon. (yol)

Most Read

Artikel Terbaru