MANADOPOST.ID— Harta Kekayaan para pejabat negara sementara jadi sorotan publik. Menyusul masalah harta kekayaan pejabat kantor pajak yang tidak wajar, bahkan menyembunyikan sebagian hartanya dan tidak melaporkan di LHKPN (menghindari bayar pajak).
Hal ini membuat masyarakat di daerah ini juga ingin tahu harta kekayaan para kepala daerahnya.
Termasuk harta kekayaan para kepala daerah di Nusa Utara (Nustar). Berdasarkan LAPORAN HARTA KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA (LHKPN) yang dirilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tiga bupati yang saat ini memimpin wilayah kepulauan Sulut, nyatanya punya kas hingga beragam aset dengan nilai miliaran rupiah.
Berdasarkan LHKPN 2021, Bupati Kepulauan Talaud Elly Engelbert Lasut (E2L) diketahui punya harta kekayaan mencapai Rp4.611.772.098. Itu terdiri dari tanah dan bangunan Rp3,9 miliar, alat transportasi dan mesin Rp600 juta, serta kas dan setara kas yang mencapai Rp111 juta.
Angka tersebut turun signifikan dibanding saat dirinya pertama kali melaporkan LHKPN pada 2014 silam. Kala itu, harta kekayaannya mencapai Rp11,6 miliar. Tapi dalam laporannya ke LHKPN tahun 2021, turun jadi hanya Rp4,6 miliar. Berkurang sekitar 7 miliar.
Sementara itu, Pj Bupati Kepulauan Sangihe Rinny Tamuntuan punya harta dan kekayaan mencapai hampir Rp7 miliar. Pada data LHKPN KPK 2021, dia berstatus sebagai Kepala Dinas Sosial Pemprov Sulut. Harta kekayaan Istri Ketua DPRD Sulut Andi Silangen, didominasi tanah dan bangunan yang mencapai Rp4,8 miliar. Serta harta bergerak Rp1,3 miliar dan kas atau setara kas berjumlah Rp838 juta. Harta Tamuntuan naik Rp5 miliar bila dibandingkan tahun 2018.
Bupati Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro) Evangelin Sasingen menjadi yang paling kaya bila dibandingkan dua kepala daerah lain di Nustar. Istri Bupati Sitaro sebelumnya sekaligus Anggota DPRD Sulut Toni Supit itu, punya harta kekayaan hampir Rp36 miliar. Nilai tersebut naik signifikan bila dibandingkan pada 2018 yang bernilai Rp21,5 miliar. Hanya jangka 3 tahun, naik sekitar 15 miliar.
Kekayaan Sasingen juga didominasi tanah dan bangunan yang mencapai Rp31,3 miliar. Tanah dan bangunan Sasingen tersebar di sejumlah daerah di Sulut hingga Halmahera Utara dan Jakarta. Selanjutnya ada alat transportasi dan mesin yang mencapai Rp3,15 miliar, harta bergerak Rp2 miliar serta kas atau setara kas Rp1,4 miliar.
Siapa saja masyarakat bisa mengakses: https://elhkpn.kpk.go.id/portal/user/check_search_announ#. Dan bisa melihat langsung herta kekayaan para pejabat di seluruh Indonesia.
Masyarakat dan aktivis pun apresiasi pejabat yang jujur melaporkan harta kekayaannya. Termasuk kekayaan yang bertambah. Karena itu artinya pejabat tersebut tidak menghindari pajak. Sebab jika hartanya bertambah dan jujur dilaporkan ke LHKPN, berarti pajak yang harus dibayarkan pejabat tersebut ke negara juga bertambah. Sebaliknya kalau laporan ke LHKPN harta kekayaannya berkurang, maka pajak yang harus dibayarkan ke negara juga berkurang.
Karena iti Aktivis William Luntungan meminta adanya transparansi dari para kepala daerah. Baginya, setelah memutuskan menjadi pejabat publik, mereka wajib menanggalkan kerahasiaan harta pribadi. Semua wajib diketahui rakyat. Jangan disembunyikan.
“Sehingga bisa ada fungsi kontrol masyarakat dan dapat meminta klarifikasi bila ada yang kurang wajar,” tuturnya.
Pengamat hukum Toar Palilingan berpendapat, tidak ada yang salah bila pejabat kaya. Namun perlu diukur kewajarannya. Sebab menurut dia, ada pejabat yang punya harta kekayaan tidak hanya bersumber dari pekerjaannya sebagai penyelenggara negara. Contohnya, seperti warisan orang tua ataupun usaha yang dijalankan anggota keluarga yang lain. “Karena kan dalam LHKPN, kekayaannya tidak hanya yang dimiliki secara pribadi, tetapi juga keluarga terdekat, misalnya istri atau suami,” jelasnya.
Tapi lanjut dia, harta kekayaan dengan nilai besar yang dimiliki seorang pejabat tetapi tidak jelas sumbernya perlu dipertanyakan. Peran serta masyarakat penting dalam hal tersebut. Agar bisa meminimalisir potensi KKN.
“Karena memang untuk korupsi sekarang itu susah. Hanya saja ada oknum-oknum tertentu yang memang sudah punya niat jahat jadi tetap melakukan. Contohnya saja korupsi dana Covid, padahal itu untuk kemanusiaan tetapi tetap saja dikorupsi,” tuturnya mencontohkan.
Olehnya, seleksi pejabat pada tatanan tertentu wajib dilakukan secara selektif. Seorang pimpinan perlu menjadikan kepatuhan jajarannya untuk transparan sebagai salah satu dasar dalam memberikan promosi ataupun jabatan tertentu. “Karena dengan begitu, potensi untuk penyimpanan bisa diminimalisir,” terangnya.
Di sisi lain, Pengamat politik pemerintahan Ferry Liando menerangkan, yang disebut tidak wajar tentu dihitung dari jumlah pendapatan resmi dengan jumlah harta yang dimiliki selama memegang jabatan. Jika itu sesuai maka dinilai wajar. Namun jika terjadi ketidaksesuaian maka perlu ditelusuri. Namun demikian, walaupun terjadi ketidaksesuaian maka perlu dicermati apakah ada pekerjaan lain selain dalam jabatan pemerintahan, harta warisan ataupun terjadi kenaikan harga aset dari ketika mengisi LHKPN dengan harga saat ini.
Baginya, memang terdapat beberapa kekurangan dalam hal pengisian LHKPN. “Kekurangan itu adalah ketiadaan sanksi hukum. Misalnya apakah yang tercatat dalam LHKPN itu adalah sesuai keadaan harta yang sebenarnya. Jika tidak sesuai fakta, maka tidak ada konsekuensi hukum,” ujarnya.
Sehingga wajar jika ada sebagian oknum pejabat diduga memanipulasi laporan. Tidak ada juga instrumen laporan yang memintakan pejabat untuk melaporkan asal muasal harta yang dimiliki.
Kala ditanya terkait adanya sikap yang makin selektif dari parpol sebelum mengusung calon di Pilkada, Liando berpendapat idealnya memang diperlukan rekam jejak tokoh dalam hal asal muasal harta kekayaan.
“Idealnya begitu. Cuma tidak arti apa-apa. Jika ada penyimpangan sama dengan membocorkan kelemahan kader ke publik. Kalaupun ada parpol yang berani, tidak akan mempengaruhi faktor elektoral. Sebab mayoritas pemilih sekarang cenderung pragmatis,” tukasnya. (jen)