MANADOPOST.ID— Satgas penanganan Covid-19 Republik Indonesia, saat ini telah menerbitkan Surat Edaran (SE) baru, dimana setiap pelaku perjalanan yang telah menjalani suntikan vaksin dosis kedua dan lanjutan, yang akan mengakses jalur laut, udara dan darat tidak diwajibkan lagi untuk mengantongi hasil pemeriksaan PCR ataupun antigen.
Namun untuk masuk ke Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), ada hal yang wajib dipatuhi semua pelaku perjalanan. Dimana setiap pelaku perjalanan dari luar daerah, ketika menginjakkan kaki di Tanah Bumi Nyiur Melambai, wajib dites antigen oleh petugas kesehatan yang telah berjaga di Bandara maupun di Pelabuhan Laut. Hal ini ditegaskan Juru Bicara Satgas penanganan Covid-19 Provinsi Sulut Steaven Dandel, Selasa (8/3) kemarin.
“Untuk SE dari Satgas pusat, terkait kebijakan pelaku perjalanan sudah mulai diterapkan di Sulut. Kalau ke luar Sulut, dan pelaku perjalanan sudah dua kali menerima suntikan vaksin, tidak perlu lagi mengantongi PCR atau antigen. Begitu juga ketika ingin terbang masuk ke Manado. Namun ketika masuk Manado, semua harus dan wajib untuk diperiksa kesehatannya. Kita sudah menyiapkan aturan ini, dan akan segera diterbitkan,” ungkap dr Dandel, sapaan akrabnya.
Dirinya juga mengatakan, di Sulut ada SE Gubernur untuk penjaringan kedua ketika pelaku perjalanan tiba di Sulut. “Tujuan utamanya kan adalah melindungi masyarakat Sulut dari penularan Covid-19 yang dilakukan pelaku perjalanan dari dalam negeri atau dari luar negeri. Sehingga, sampai sekarang belum ada SE baru untuk penghentian screening di Bandara dan Pelabuhan terhadap setiap pelaku perjalanan yang tiba di Sulut. Sehingga, sampai saat ini kita masih melakukan screening di Bandara Sam Ratulangi Manado, untuk setiap pelaku perjalanan yang datang di Sulut,” katanya.
Di sisi lain, meski syarat perjalanan di saat pandemi Covid-19 telah dilonggarkan, pemerintah masih mencari cara terbaik untuk menuju endemi. Covid-19 sudah dua tahun berada di negeri ini. Keseimbangan antara penanganan kesehatan dan sektor lain harus berjalan seimbang.
Hal tersebut dipaparkan Juru Bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi kemarin (8/3) saat melakukan konferensi pers terkait perkembangan Covid-19. Salah satu yang dilakukan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, adalah menyusun road map atau peta jalan menuju endemi Covid-19. Nadia menjelaskan bahwa semua harus dipastikan on track. ”Sebelum endemi, kita harus melalui pengendalian pandemi dan pra endemi,” ungkapnya.
Ada beberapa indikator untuk menuju endemi Covid-19. Pertama harus terjadi transmisi komunitas harus pada level 1. Artinya per 100.000 penduduk, kasus yang konfirmasinya di bawah 20 orang. Indikator lainnya adalah cakupan vaksinasi mencapai 70 persen dari populasi serta testing dan tracing yang sesuai dengan ketentuan.
Pelonggaran aktivitas saat Covid-19 akan terus ditinjau. Tidak serta merta langsung bebas. Nadia mencontohkan saat Ramadhan, jika situasi tetap terkendali maka salat berjamaah di masjid tidak perlu jaga jarak. Masyarakat cukup diminta untuk membawa sajadah masing-masing. Pelonggaran aktivitas ini harus dilakukan bertahap. ”Akan terus dicari keseimbangan antara kesehatan dan non kesehatan,” ungkapnya.
Dia juga mengomentari pelonggaran aktivitas yang terbaru. Contohnya yang tertuang dalam Surat Edaran Satgas no 11 Tahun 2022 tentang syarat perjalanan domestik yang menghapuskan syarat antigen dan PCR untuk mereka yang sudah vaksin lengkap atau booster. Menurut nadia penghapusan ini salah satunya dilandasi vaksinasi Covid-19 yang cukup merata. “Yang belum vaksin masih harus menyertakan hasil skrining,” ucapnya.
Selain itu, Kementerian Kesehatan melakukan survey bahwa 80 persen penduduk Indonesia sudah memiliki antibodi untuk memproteksi dari SARS CoV-2. Nadia menyatakan bahwa mereka yang sudah vaksin memperkecil penularan Covid-19. Apalagi ditambah dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. ”Kita tidak mungkin menolkan kasus Covid-10. Yang terpenting kalau ada peningkatan tidak membebani layanan kesehatan,” katanya.
Adanya Son of Omicron atau BA.2 juga tidak terlalu dikhawatirkan. Belajar dari banyak negara yang melaporkan adanya paparan varian itu, tidak ada lonjakan kasus. Lagi-lagi dia menekankan pentingnya vaksinasi untuk menanggulangi adanya varian-varian anyar. Bahkan Nadia sempat berucap bahwa para ahli memprediksi jika varian omicron bisa jadi varian terakhir dari Covid-19.
Pemerintah sepertinya mulai bersiap mengubah status pandemi Covid-19 menuju status endemi. Ini terlihat dari sejumlah kebijakan yang tengah diterapkan saat ini. Salah satunya, pengurangan masa karantina bagi jamaah umrah dan pelaku perjalanan luar negeri (PPLN).(jp/ewa/gel)