25.4 C
Manado
Friday, 24 March 2023

Mafia Tanah Susupi Proyek Jalan ke KEK Likupang, ATR/BPN Minut Diduga Bodohi Pemilik Lahan

MANADOPOST.ID—Warning Presiden RI Joko Widodo terhadap praktik mafia tanah dalam pengembangan Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP), rupanya tak diindahkan.

Didapati, proses ganti rugi lahan pelebaran jalan menuju Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Likupang di Desa Tatelu Rondor, Kecamatan Dimembe, malah bermasalah. Ratusan warga yang berhak justru merasa dibodohi panitia pembebasan lahan. Kinerja jajaran Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Minahasa Utara (Minut) pun menuai keluhan.

Berdasarkan penelusuran Manado Post,
dari daftar 107 pemilik hak ganti untung lahan, tak sampai 20 di antaranya yang telah menerima pembayaran. Padahal, mereka telah melakukan penandatanganan kwitansi. Beberapa juga masih mengeluhkan penetapan luas lahan terdampak yang dinilai asalan.

Bukan cuma itu. Ada 10 pemilik tanah yang bahkan tak dimasukkan namanya sama sekali dalam daftar penerima ganti untung pergantian lahan pelebaran jalan.

1491945 Adx_ManadoPost_InPage_Mobile

Doni Tampi, warga Tatelu Rondor Jaga 3 membeber pihaknya telah berulang kali mengeluhkan berbagai permasalahan soal proses ganti rugi lahan yang terkena proyek pelebaran jalan menuju KEK Likupang, namun urung diseriusi. Pihaknya justru kaget saat sudah ada penetapan nilai pergantian. Karena mereka tidak pernah menyaksikan adanya petugas yang datang melakukan pengukuran. Apalagi berdiskusi dengan warga terkait penetapan harga.

“Kami sudah mengeluh berulang kali tapi tak pernah diindahkan pantia pelebaran jalan dari BPN Minut. Malah saling lempar kesalahan,” keluhnya.

Baca Juga:  SGR Bantu Warga Pulau Bangka

Berbagai janji diberikan. Tapi tak ada yang ditepati. Padahal aduan sudah dilayangkan sebelum penetapan harga. Alhasil, hingga proses pembayaran semuanya amburadul.

Warga lainnya, Telly Supit mengaku kecewa dengan sikap dari BPN Minut. “Ada beberapa tuntutan kami kepada BPN. Di antaranya soal keterlambatan pembayaran, tapi pihak BPN memberikan jawaban tidak memuaskan,” ungkapnya.

Lanjut dia, pihaknya juga minta peninjauan kembali atas bidang tanah yang berhak menerima pergantian. Namun janji untuk pengukuran kembali yang diumbar BPN Minut sejak Januari hingga Maret ini, tak pernah terlaksana.

“Banyak pihak yang punya hak merasa terbodohi dengan janji panitia pelebaran jalan. Padahal untuk memenuhi syarat dari panitia agar tanahnya tervalidasi, sudah banyak uang yang keluar dari kantong pribadi. Sampai-sampai ada yang pinjam dari rentenir, tapi sampai sekarang kejelasan pembayaran masih kabur. Kami merasa dibodohi,” kesalnya.

Kejadian ini dinilainya sebagai wanprestasi yang tidak sesuai dengan UU Cipta Karya. Seandainya, ada pihak yang tidak setuju sejak 30 hari usai pemberitahuan harga, maka harus dilakukan musyawarah kembali dalam selama 30 hari kerja berikutnya.

“Karena terhitung dari tanggal 16 Desember 2022 sampai tanggal 10 Maret 2023 tidak ada musyawarah itu,” jelasnya.

Baca Juga:  Anak-anak sampai Ketakutan, Marinir TNI AL Bentrok dengan Raider TNI AD, Kadispenal: Sudah Damai

Dia juga sangat menyayangkan adanya intimidasi dari pihak panitia pelebaran jalan. Katanya ada ancaman bagi yang keberatan dalam pemberian harga atau berkas yang tidak lengkap, maka uangnya akan dititipkan di pengadilan.

“Ini tidak berjalan dengan prosedur yang seharusnya, main intimidasi kepada kami selaku yang punya hak. Karena kami sebagai masyarakat awam, takut jika sudah mendengar kata pengadilan, walaupun sebenarnya itu hak kami. Kami berhak memperjuangkan aset kami, seandainya harganya tidak sesuai. Jangan main bilang pengadilan. Pihak panitia mengancam kami jika berkas tidak lengkap akan dititipkan di pengadilan. Kami menilai ini sebagai pengancaman serta pembodohan kepada kami,” kritiknya.

Pihaknya juga menyayangkan tidak terpenuhinya rasa keadilan dengan penetapan harga dari apprasial. “Karena ada bagian yang tidak terhitung, ada bagian tidak wajar terhitung, ada juga bagian wajar tapi tidak terhitung dan sampai saat ini tidak terjadi klarifikasi untuk direkonsiderasi kembali hasil-hasil perhitungan itu,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Kantor ATR/BPN Minut Jefree Supit saat dikonfirmasi urung memberikan tanggapan. Dalam beberapa kali upaya yang dilakukan, petugas di kantornya menyebut sang atasan sedang tak berada di tempat. Pun saat dihubungi via WhatsApp, Supit hanya merespon singkat. “Saya sedang di luar daerah,” tukasnya. (jen)

MANADOPOST.ID—Warning Presiden RI Joko Widodo terhadap praktik mafia tanah dalam pengembangan Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP), rupanya tak diindahkan.

Didapati, proses ganti rugi lahan pelebaran jalan menuju Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Likupang di Desa Tatelu Rondor, Kecamatan Dimembe, malah bermasalah. Ratusan warga yang berhak justru merasa dibodohi panitia pembebasan lahan. Kinerja jajaran Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Minahasa Utara (Minut) pun menuai keluhan.

Berdasarkan penelusuran Manado Post,
dari daftar 107 pemilik hak ganti untung lahan, tak sampai 20 di antaranya yang telah menerima pembayaran. Padahal, mereka telah melakukan penandatanganan kwitansi. Beberapa juga masih mengeluhkan penetapan luas lahan terdampak yang dinilai asalan.

Bukan cuma itu. Ada 10 pemilik tanah yang bahkan tak dimasukkan namanya sama sekali dalam daftar penerima ganti untung pergantian lahan pelebaran jalan.

Doni Tampi, warga Tatelu Rondor Jaga 3 membeber pihaknya telah berulang kali mengeluhkan berbagai permasalahan soal proses ganti rugi lahan yang terkena proyek pelebaran jalan menuju KEK Likupang, namun urung diseriusi. Pihaknya justru kaget saat sudah ada penetapan nilai pergantian. Karena mereka tidak pernah menyaksikan adanya petugas yang datang melakukan pengukuran. Apalagi berdiskusi dengan warga terkait penetapan harga.

“Kami sudah mengeluh berulang kali tapi tak pernah diindahkan pantia pelebaran jalan dari BPN Minut. Malah saling lempar kesalahan,” keluhnya.

Baca Juga:  Putra Sulut Mayjen Denny Tuejeh jadi Pangdam Merdeka, Dimutasi Panglima TNI Andika Perkasa

Berbagai janji diberikan. Tapi tak ada yang ditepati. Padahal aduan sudah dilayangkan sebelum penetapan harga. Alhasil, hingga proses pembayaran semuanya amburadul.

Warga lainnya, Telly Supit mengaku kecewa dengan sikap dari BPN Minut. “Ada beberapa tuntutan kami kepada BPN. Di antaranya soal keterlambatan pembayaran, tapi pihak BPN memberikan jawaban tidak memuaskan,” ungkapnya.

Lanjut dia, pihaknya juga minta peninjauan kembali atas bidang tanah yang berhak menerima pergantian. Namun janji untuk pengukuran kembali yang diumbar BPN Minut sejak Januari hingga Maret ini, tak pernah terlaksana.

“Banyak pihak yang punya hak merasa terbodohi dengan janji panitia pelebaran jalan. Padahal untuk memenuhi syarat dari panitia agar tanahnya tervalidasi, sudah banyak uang yang keluar dari kantong pribadi. Sampai-sampai ada yang pinjam dari rentenir, tapi sampai sekarang kejelasan pembayaran masih kabur. Kami merasa dibodohi,” kesalnya.

Kejadian ini dinilainya sebagai wanprestasi yang tidak sesuai dengan UU Cipta Karya. Seandainya, ada pihak yang tidak setuju sejak 30 hari usai pemberitahuan harga, maka harus dilakukan musyawarah kembali dalam selama 30 hari kerja berikutnya.

“Karena terhitung dari tanggal 16 Desember 2022 sampai tanggal 10 Maret 2023 tidak ada musyawarah itu,” jelasnya.

Baca Juga:  DPMPTSP Minut Buka Pelayanan Perizinan Sistem Online

Dia juga sangat menyayangkan adanya intimidasi dari pihak panitia pelebaran jalan. Katanya ada ancaman bagi yang keberatan dalam pemberian harga atau berkas yang tidak lengkap, maka uangnya akan dititipkan di pengadilan.

“Ini tidak berjalan dengan prosedur yang seharusnya, main intimidasi kepada kami selaku yang punya hak. Karena kami sebagai masyarakat awam, takut jika sudah mendengar kata pengadilan, walaupun sebenarnya itu hak kami. Kami berhak memperjuangkan aset kami, seandainya harganya tidak sesuai. Jangan main bilang pengadilan. Pihak panitia mengancam kami jika berkas tidak lengkap akan dititipkan di pengadilan. Kami menilai ini sebagai pengancaman serta pembodohan kepada kami,” kritiknya.

Pihaknya juga menyayangkan tidak terpenuhinya rasa keadilan dengan penetapan harga dari apprasial. “Karena ada bagian yang tidak terhitung, ada bagian tidak wajar terhitung, ada juga bagian wajar tapi tidak terhitung dan sampai saat ini tidak terjadi klarifikasi untuk direkonsiderasi kembali hasil-hasil perhitungan itu,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Kantor ATR/BPN Minut Jefree Supit saat dikonfirmasi urung memberikan tanggapan. Dalam beberapa kali upaya yang dilakukan, petugas di kantornya menyebut sang atasan sedang tak berada di tempat. Pun saat dihubungi via WhatsApp, Supit hanya merespon singkat. “Saya sedang di luar daerah,” tukasnya. (jen)

Most Read

Artikel Terbaru