MANADOPOST.ID--Minahasa sejati, luar dan dalam. Itulah potret Pangdam XIII/Merdeka Mayjen TNI Wanti Waraney Franky Mamahit. Baik namanya, wajahnya dan gaya kepemimpinannya. Seperti apa ?
Jumat (23/7) akhir pekan lalu, Mayjen WWF Mamahit menerima audiensi Dirut Manado Post Marlon Sumaraw di Makodam, puncak Teling.
Mmmmhh. Sekira tiga tahun lalu, keduanya pernah ngopi-ngopi di sebuah kedai kopi Jln 17 Agustus. Ketika itu, putra Tondano itu menjabat Irdam XIII dan masih berpangkat kolonel.
Tak pelak. Suasana pertemanan pun langsung tercipta. Sambil disuguhi minuman hangat, perbincangan diselingi canda tersaji. Pangdam XIII bercerita banyak. Mulai pandemi, sejarah, budaya Minahasa hingga kisah hidupnya.
Tak ada kesan formil saat bincang-bincang di siang itu. Persis seperti kebanyakan orang Minahasa. Enak dan akrab. Apalagi namanya Waraney. Sekalipun dia lahir dan besar di Makassar.
“Saya dari Leleko, Remboken. Ayah saya delapan bersaudara. Dan rumah tua kami berhadapan dengan tempat wisata Sumaru Endo,” katanya.
Bicara kekayaan budaya dan karakter orang Minahasa, Mayjen Mamahit sangat bersemangat. Termasuk cerita nenek moyang Minahasa dari Mongol yang nota bene senang berperang.
“Nah. Untuk mengajak warga memakai masker, tidak boleh main perintah seperti tentara. Harus disampaikan baik-baik. Mereka akan patuh,” katanya membagi tips penanganan Covid-19.
Yang pasti, guna menekan laju penyebaran covid, harus vaksinasi. Istrinya divaksin AstraZeneca, dan dirinya Sinovac.
-
Pangdam XIII/Merdeka Mayjen TNI Wanti Waraney Franky Mamahit menerima Dirut Manado Post Marlon Sumaraw
Dia pun bicara cara menghancurkan virus covid dalam tubuh. “Logikanya kan virus itu strukturnya protein dibungkus lemak. Jadi yang bisa menghancurkan lemak itu adalah pertama panas, kedua sabun, dan ketiga itu asam-asam,” sebutnya.
Kodam XIII/Merdeka sendiri menyiapkan tempat isolasi di pinggir pantai Tateli. Ini juga sebagai research suasana panas di tepi pantai dan hawa air laut. Terhadap waktu inkubasi virus corona dalam tubuh pada kondisi tersebut.
Lanjut. Mayjen Mamahit mengajak siapapun yang ditugaskan ke Sulut, agar belajar budaya di sini. Sebab budaya adalah kekayaan bangsa. Dan jadi resep manjur agar program terlaksana baik.
Dari ceritanya, karakter memimpin ala Minahasa selalu diterapkannya. Contoh: kebanyakan orang Minahasa itu paling senang diperlakukan bukan seperti atasan dan bawahan. “Sewaktu Pangdiv III Kostrad, saya tidak duduk di kursi lantas prajurit di lantai. Kita sejajar. Sama-sama duduk,” katanya lagi.
Mayjen Mamahit ditemani Kapendam XIII Kol Kav M Jaelani dan Kasi Penmedonline Mayor Inf Suwarno. Keduanya ikut belajar darinya.
“Jarang sekali terjadi. Beliau tiba-tiba muncul di ruangan Pendam. Sampai kaget kami,” kata keduanya sebelum audiensi.
Sembari berbincang, Japanese Tea diseduh. “Ini minuman sehat. Ada rumput yang banyak tumbuh di Sulut, enak dan sehat ditaruh di minuman hangat. Orang Jepang dulu melakukannya,” katanya.
Nah. Karimenga merah salah satu tumbuhan sakti. Di zaman perang, pejuang Minahasa banyak memakainya. “Pejuang Minahasa takkan roboh oleh musuh saat mengomsumsi karimenga merah,” kisahnya.
Dia mengaku bangga. Tanah Toar Lumimuut dan warga, banyak dipuji koleganya. Itu sebabnya Mayjen Mamahit harus banyak tahu tentang cerita Minahasa.
Seperti Tumetenden. “Saya sudah mandi di mata air Tumaluntung. Itu mirip cerita bidadari di Jawa. Tapi teman-teman bilang, Manado masih unggul. Bidadari ada di mana-mana, termasuk turun dari mikrolet,” katanya sambil tertawa.
Selain Tumetenden, Mayjen Mamahit ikut mengagumi cerita panglima perang Lengkong Wuaya. Termasuk cerita Marinsouw.
Saat masih asyik berbincang, Mayjen Mamahit harus join ikut video conference dengan Panglima TNI. “Maaf. Nanti kita lanjut ya,” katanya.
Itulah Mayjen Mamahit. Di awal cerita, sebetulnya dia mengaku bercita-cita ingin menjadi Angkatan Laut. Saat penempatan, diarahkan ke Angkatan Darat. Dan meraih bintang. Harus disyukuri. Soal karier, dia mengalir.(Desmi)