MANADOPOST.ID— Total kasus stunting di Sulawesi Utara (Sulut) masih cukup tinggi. Meskipun setiap tahunnya mengalami penurunan. Dari data yang dikumpulkan Manado Post, sejak akhir 2022 hingga Maret 2023 ini, totalnya ada 1.334 kasus stunting. Kepala Dinas Kesehatan Kota Manado dr Steaven Dandel, menyebutkan, hingga saat ini angka Stunting di Kota Manado tersisa 95 kasus. "Itu data terakhir 2022. Tahun ini diprediksikan akan terus menurun. Upaya demi upaya digencarkan. Misalnya aktif melalui layanan monitoring melalui Posyandu dan Puskesmas," bebernya. Selain itu, Dandel mengungkapkan Pemkot Manado sudah membentuk tim pencegahan dan pengendalian stunting yang dikomando langsung Wakil Wali Kota Manado dr Richard Sualang. Dia menjelaskan, stunting dapat dicegah dengan cara pemberian gizi ataupun asupan yang baik kepada ibu hamil. "Misalkan sejak dalam kandungan sudah dijaga dengan baik asupan gizinya," terangnya. Terpisah, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Bitung Saul Tindangen menyebutkan, untuk Bitung data terakhir masih Agustus 2022 yakni 289 kasus. "Untuk data stunting terbaru masih sementara direkap. Kalau sudah final, nanti langsung kami infokan. Jumlahnya tidak beda jauh dengan data sebelumnya," tekannya. Berbeda dari Manado dan Bitung. Kota Tomohon menjadi satu-satunya daerah di Sulut yang angka stunting-nya rendah. Dimana di tahun 2022 menjadi 13,7 persen, yang sebelumnya pada tahun 2021 berada di angka 18,3 persen sesuai laporan SSGI (Survei Status Gizi Indonesia), per Selasa tanggal 21 Maret lalu. Pencapaian tersebut, tak pelak menobatkan Kota Tomohon sebagai kota dengan Prevalensi Stunting Terendah di Sulawesi Utara sesuai target Perpres Nomor 72 Tahun 2021. Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Daerah (PPKBD) Kota Tomohon, Mareyke Manengkey menyebut, Pemerintah Kota Tomohon terus berupaya menurunkan prevalensi stunting di Kota Tomohon. “Tahun ini target bisa turun sampai 12 persen dan pada tahun 2024 target 9.8 persen,” ujar Manengkey saat mengikuti kegiatan rapat kerja TPPS dan satgas Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Sulut di Centra Hotel, Minahasa Utara, belum lama ini. Dia menambahkan, Pemerintah Kota Tomohon optimis tahun 2024 mencapai target sesuai arahan Presiden Joko Widodo. "Angka stunting Kota Tomohon adalah yang terendah di Sulut. Kita targetkan 'zero stunting' dan dibutuhkan peran serta seluruh masyarakat agar tidak ada lagi anak di Tomohon bermasalah dengan tumbuh kembangnya," tukasnya. Beranjak ke Kabupaten Minut. Daerah yang dipimpin oleh Bupati Joune Ganda tersebut angka Stunting nya masih tinggi. Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Minut, ada 313 balita di Tanah Tonsea yang mengalami stunting. Jumlah tersebut menjadi yang tertinggi keempat di Sulawesi Utara (Sulut). Kadis Kesehatan Minut mengungkapkan, data tersebut merupakan hasil rekapan terakhir. Olehnya, berbagai upaya dilakukan. “Bersama stakeholder terkait lainnya kami berupaya untuk menurunkan kasus. Bahkan pemerintah kecamatan, oleh Pak Bupati telah diminta untuk ikut bekerja keras menurunkan angka kasus stunting di Minut,” terangnya. Dia merinci, kasus stunting ada di 11 kecamatan di setiap Puskesmas. Paling banyak ada di seputaran wilayah Likupang dan Wori. "Yakni,Puskesmas Wori 71, Puskesmas Mubune 38, Puskesmas Talawaan 34, Puskesmas Likupang 34, Puskesmas Kema 30, Puskesmas Kolongan 30, Puskesmas Batu 27, Puskesmas Tinongko 15 Puskesmas Tatelu 19, Puskesmas Kauditan 8, dan Puskesmas Airmadidi 7," bebernya. Bagimana dengan Minsel? Plt Kepala Dinas Kesehatan Wiwin Opod melalui Kepala Seksi Kesehatan Ibu Anak dan Gizi Eka Kodongan menyebutkan, tahun ini ada 334 Balita di Minsel tercatat masuk dalam kategori kekurangan gizi atau stunting. "Ini didapat dari 12.588 Balita yang dilakukan pengukuran," singkatnya. Keseriusan penanganan Stunting pun terlihat di Wilayah Bolaang Mongondow Raya (BMR). Kadis DPPKB Kabupaten Bolmong I Ketut Kolak mengatakan sesuai data yang dikeluarkan Dinkes ada sebanyak 104 kasus di tahun 2023. Ketut menjelaskan untuk penanganan kasus stunting ini ditangani oleh banyak dinas terkait seperti, Dinkes, DPPKB, dan terakhir Bappeda. "Meski begitu, semua yang menyangkut kasus stunting yang paling tau adalah Bappeda," ucapnya. Ditambahkannya, untuk penanganan kasus stunting dari DPPKB Bolmong, dinasnya terus menggalakkan dengan program-program yang sudah ada. "Penanganan kasus stunting untuk DPPKB menjalankan kegiatan program pembangunan kelurga kependudukan Keluarga berencana (BANGGA KENCANA) dan kegiatan penyuluhan di Posyandu dan Pelayanan Kontrasepsi di Fasilitas Kesehatan (Klinik KB), penyuluhan kelompok PIK R pusat informasi keseling remaja serta materi kesehatan reproduksi, pendampingan pra nikah bagi calon pengantin oleh kader dan penyuluh," katanya. Komitmen yang sama juga ditunjukan Pemerintah Nusa Utara. Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Sangihe berhasil menurunkan angka stunting pada tahun 2022 lalu. Tahun 2022 angka stunting di Sangihe menjadi 4,27 persen atau turun 4,03 persen dari tahun 2021. Sesuai data E-PPGBM yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Daerah Sangihe, hasil pengukuran stunting di wilayah 17 Puskesmas Kabupaten Kepulauan Sangihe, pada bulan Februari 2022 total ada 308 kasus. Selanjutnya pengukuran di Agustus 2022 turun menjadi 278 kasus dengan persentase 4,27 persen. Penjabat Bupati Kepulauan Sangihe dr Rinny Tamuntuan mengungkapkan, sangat bersyukur ada penurunan kasus stunting di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Namun dia tetap meminta perhatian dan keterlibatan bersama semua pihak, baik dari penanganan tenaga dokter spesialis mulai dari kehamilan sampai pada kelahiran anak serta tentunya asupan gizi dari tenaga gizi dan juga psikologi itu sangat penting perannya dalam percepatan pencegahan dan penurunan angka stunting di Kabupaten Kepulauan Sangihe. “Kerjasama pemerintah kabupaten, kecamatan sampai di tingkat kampung, kelurahan serta Puskesmas sangat dibutuhkan. Agar target penurunan stunting hingga 14 persen di tahun 2024 dari pemerintah pusat dapat tercapai,” tegasnya. Sementara itu, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Daerah (PPKBD) Sangihe dr Jopy Thungari MKes, selaku Ketua Tim Audit Kasus Stunting Kabupaten Kepulauan Sangihe menjelaskan, dalam setahun tim melakukan pengukuran dua kali yakni di bulan Februari dan Agustus. “Jadi setiap kali pengukuran di wilayah 17 Puskesmas telah terjadi penurunan angka kasus stunting di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Dan saat ini masih dilakukan rembuk stunting di Kecamatan untuk menggalang komitmen dari seluruh stakeholder agar peduli serta mencari faktor yang menjadi penyebab sampai timbulnya stunting di wilayah tersebut,” jelas Thungari. Dan juga untuk mendukung percepatan pencegahan dan penanganan stunting di Kabupaten Kepulauan Sangihe khususnya wilayah kampung, Thungari juga meminta para Kapitalaung (Kepala Kampung) agar mengalokasikan lewat dana desa desa untuk membantu penanggulangan stunting di desa-desa. “Misalnya dalam pemberian makanan tambahan ataupun memperhatikan pekerjaan dari kader-kader Tim pendamping keluarga, supaya bisa teratasi semuanya,” paparnya. Hal yang sama juga dilakukan Pemkab Sitaro. Kadis Kesehatan Sitaro Evita Janis menyampaikan, angka stunting di daerah Sitaro semakin menurun. Hal itu terbukti dengan penurunan angka stunting selama lima tahun terakhir, di mana pada 2019 angka stunting sebanyak 97 kasus turun menjadi 38 sehingga tersisa 59 di 2020, kemudian pada 2021 turun sebanyak 22 sehingga tersisa 37, dan di tahun 2022 turun sebanyak 7 sehingga sisanya 30. “Dan di tahun ini tersisa 21. Yang pastinya pemerintah daerah tetap menargetkan Sitaro bebas stunting. Ini menjadi harapan dari pemerintah daerah,” kuncinya.(tim mp/ayu)