MANADOPOST.ID—Awal Februari 2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani akan menerapkan kebijakan tunda bayar pita cukai bagi kelompok sigaret putih mesin (SPM) alias rokok putih. Insentif penundaan tersebut diberikan jangka waktu selama 30 hari.
“Penundaan ini dari 60 hari menjadi 90 hari,” ungkap Ani, sapaan akrabnya, saat konferensi pers kebijakan cukai, dikutip Senin (14/12).
Namun, dia menegaskan insentif tersebut hanya diberikan kepada perusahaan yang melakukan ekspor rokok. Sebab, insentif ini diharapkan bisa meningkatkan kinerja ekspor rokok, sekaligus bisa menguatkan sumbangan ekspor dari komoditas ini kepada neraca perdagangan.
“Pemerintah akan memberikan fasilitas penundaan pembayaran pita cukai untuk penjualan dari perusahaan yang dominan melakukan ekspor. Artinya, kita memberi dorongan bagi perusahaan itu untuk lebih mengekspor daripada mengedarkan di dalam negeri,” jelasnya.
1491945 Adx_ManadoPost_InPage_Mobile
Insentif ini juga diberikan kepada perusahaan rokok yang memproduksi rokok ekspor di kawasan berikat. Hal ini menjadi salah satu syarat agar bisa mendapatkan penundaan bayar dalam rangka ekspor.”Agar industri ini kalau pun berproduksi, produksinya untuk ekspor,” imbuhnya.
Bersamaan dengan insentif ini, bendahara negara bendahara negara menaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dengan rata-rat mencapai 12,5 persen.
“Kebijakan ini dibuat untuk menekan konsumsi rokok, namun tetap memperhatikan nasib para petani tembakau hingga industri rokok di Tanah Air,” tutupnya. (ayu)
MANADOPOST.ID—Awal Februari 2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani akan menerapkan kebijakan tunda bayar pita cukai bagi kelompok sigaret putih mesin (SPM) alias rokok putih. Insentif penundaan tersebut diberikan jangka waktu selama 30 hari.
“Penundaan ini dari 60 hari menjadi 90 hari,” ungkap Ani, sapaan akrabnya, saat konferensi pers kebijakan cukai, dikutip Senin (14/12).
Namun, dia menegaskan insentif tersebut hanya diberikan kepada perusahaan yang melakukan ekspor rokok. Sebab, insentif ini diharapkan bisa meningkatkan kinerja ekspor rokok, sekaligus bisa menguatkan sumbangan ekspor dari komoditas ini kepada neraca perdagangan.
“Pemerintah akan memberikan fasilitas penundaan pembayaran pita cukai untuk penjualan dari perusahaan yang dominan melakukan ekspor. Artinya, kita memberi dorongan bagi perusahaan itu untuk lebih mengekspor daripada mengedarkan di dalam negeri,” jelasnya.
Insentif ini juga diberikan kepada perusahaan rokok yang memproduksi rokok ekspor di kawasan berikat. Hal ini menjadi salah satu syarat agar bisa mendapatkan penundaan bayar dalam rangka ekspor.”Agar industri ini kalau pun berproduksi, produksinya untuk ekspor,” imbuhnya.
Bersamaan dengan insentif ini, bendahara negara bendahara negara menaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dengan rata-rat mencapai 12,5 persen.
“Kebijakan ini dibuat untuk menekan konsumsi rokok, namun tetap memperhatikan nasib para petani tembakau hingga industri rokok di Tanah Air,” tutupnya. (ayu)