MANADOPOST.ID – Jalanan di Yangon, Myanmar sepi. Semua toko tutup dan tidak ada kendaraan maupun orang lalu lalang. Itu tidak hanya terjadi di Yangon, tapi hampir di semua penjuru negeri. Penduduk memilih tinggal di rumah sebagai bentuk aksi memperingati setahun kudeta militer di Myanmar. Mereka menyebutnya silent strike. Junta militer tahu ini akan terjadi. Beberapa hari sebelumnya mereka sudah mengancam penduduk yang ikut aksi diam di rumah dengan dakwaan penghasutan ataupun terorisme. Para pemilik toko juga diminta tetap berjualan atau properti mereka akan disita. Tapi warga Myanmar bergeming. Mereka tetap menjalankan aksinya serentak di seluruh negeri. Beberapa pedagang memilih menghindari ancaman dengan tetap membuka tokonya. Tapi toko itu dibiarkan begitu saja, pemiliknya tetap di rumah. Pada salah satu foto yang diunggah ke media sosial tampak salah satu pedagang mengejek aturan junta militer dengan menuliskan bahwa semua menu ada. Tapi yang tertata hanyalah mangkuk-mangkuk kosong. ’’Saya mendengar suara orang berjanji lagu wajib militer. Mereka mungkin pendukung militer yang ada di jalan untuk merusak aksi (dengan membuat keramaian),’’ ujar salah satu penduduk Yangon. Tanpa aksi inipun, penduduk saat ini takut keluar rumah karena militer terus berpatroli. Sejak kudeta 1 Februari 2021 lalu, lebih dari 1.500 orang sudah dibunuh dan 11.838 lainnya ditangkap. Human Ringhts Watch (HRW) mengungkapkan bahwa mereka yang ditahan itu mengalami penyiksaan dan perlakuan buruk, termasuk pemukulan dan kekerasan berbasis gender. ’’Dunia tidak melakukan appaun dan hanya duduk serta melihat saja,’’ ujar Menteri Luar Negeri pemerintahan bayangan Mynamar Zin Mar Aung pada Al Jazeera. (Jawa Pos)