Kamis, 8 Juni 2023

Sebulan, Hampir 60 Ribu Warga Tiongkok Meninggal Lantaran Covid-19

- Senin, 16 Januari 2023 | 09:33 WIB

MANADOPOST.ID- Badan Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan pentingnya transparansi ke Tiongkok. Sebab, negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping itu merilis data angka kematian akibat Covid-19 pascapencabutan kebijakan nol kasus, jumlahnya jauh di atas data yang dipaparkan selama ini. Sebelumnya, Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit Tiongkok merilis hanya ada 37 kematian pada 8 Desember 2022 lalu. Jumlah tersebut dinilai tidak sesuai kondisi di lapangan. Banyak rumah sakit, rumah duka dan tempat kremasi kewalahan. Nah, Sabtu (14/1) lalu, akhirnya Komisi Kesehatan Nasional (NHC) Tiongkok mengungkapkan bahwa jumlah korban meninggal karena Covid-19 mencapai 59.938 orang. Hampir menyentuh 60 ribu jiwa. Jumlah tersebut terhitung mulai 8 Desember 2022-12 Januari 2023 atau hanya sebulan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 5.503 orang meninggal karena gagal nafas akibat infeksi Covid-19. Sedangkan 54.435 orang lainnya meninggal karena terinfeksi Covid-19, sekaligus memiliki penyakit bawaan seperti kanker dan penyakit-penyakit kardiovaskular. Infeksi virus korona memperburuk kondisi mereka sebelum akhirnya meninggal. Menurut Kepala Departemen Urusan Medis NHC Jiao Yahui, kunjungan ke klinik khusus deman dan rawat inap kasus Covid-19 di Tiongkok sudah mencapai puncaknya pada 23 Desember 2022. Saat itu, jumlah kunjungan mencapai 2,86 juta orang. Saat ini, trennya menurun. ’’Pada 12 Januari, sebanyak 477 ribu orang mengunjungi klinik demam di seluruh Tiongkok,’’ ujar Jiao seperti dikutip CNN. Jumlah tersebut menunjukkan penurunan yang cukup signifikan. Pasien yang menjalani rawat inap mencapai puncaknya pada 5 Januari. Totalnya 1,63 juta orang. Lalu, pada 12 Januari, jumlahnya turun tinggal menjadi 1,27 juta orang. Kendati begitu, warganet Tiongkok menilai data yang dirilis pemerintah itu masih jauh dari fakta di lapangan. Jumlah itu hanya data pasien yang terdeteksi meninggal di rumah sakit. Padahal, masih banyak yang terinfeksi dan meninggal di rumah. Mereka menyebut jumlah riil di lapangan mungkin bisa dua kali lipat atau lebih. Hal itu juga sejalan dengan perkiraan internasional tentang situasi di Tiongkok. Yanzhong Huang, pengamat senior kesehatan global di Council on Foreign Relations, New York, AS, menegaskan, keraguan akan tetap ada terhadap data yang telah dirilis Tiongkok. Sebab, revisi data itu dilakukan setelah Tiongkok menuai kritik internasional. Pemerintah setempat dinilai kurang transparan dan kurang akurat dalam melaporkan situasi Covid-19 di negaranya. ’’Mengingat kesenjangan yang masih besar antara jumlah resmi kematian akibat Covid dan perkiraan internasional, menurut saya revisi tersebut tidak akan menghilangkan keraguan pada data pemerintah,’’ ujarnya. Seusai perilisan data, Sekjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus berbicara via telepon dengan Direktur NHC Ma Xiaowei. Dia meminta data yang lebih rinci berdasarkan provinsi dari waktu ke waktu. Selain itu, WHO juga meminta urutan genetik subvarian virus SARS-CoV-2 yang diteliti Tiongkok untuk dibagikan di database yang memiliki akses terbuka guna analisis filogenetik lebih dalam. Saat ini, WHO tengah meneliti data terbaru yang diberikan Tiongkok guna memahami situasi epidemiologis dan dampak gelombang penularan di Beijing. Terlepas dari transparansi Tiongkok yang masih meragukan, WHO tetap menghargai upaya mereka dalam mengungkapkan datanya ke publik. ’’WHO meminta agar informasi terperinci semacam ini terus dibagikan kepada kami dan publik,’’ bunyi pernyataan lembaga yang berbasis di Jenewa itu seperti dikutip Agence France-Presse. Sementara itu, Tiongkok terus membuka perbatasannya secara berkala, meski situasi penularan Covid-19 di Tiongkok masih tinggi. Kemarin, Tiongkok membuka lagi jalur kereta cepat antara wilayah otonomi khusus Hongkong dan daratan utama. Kebijakan itu adalah kali pertama jalur ini dibuka sejak pandemi Covid-19 sejak 3 tahun lalu. Penduduk pun menyambut baik pembukaan tersebut. Maklum, karena sebentar lagi perayaan Tahun Baru Imlek. Pembukaan jalur kereta cepat itupun membuat mereka bisa pulang ke kampung halaman dengan lebih cepat dan lebih murah. ’’Selama 3 tahun terakhir, karena pandemi tidak mudah untuk memasuki Tiongkok dengan cara apapun. Saya sudah lama tidak bisa pulang,’’ ujar Mang Lee, salah seorang penduduk Hongkong yang ingin pulang kampung ke Guangzhou. Sejatinya, Pemerintah Tiongkok meminta warganya untuk tidak mengunjungi orang tua mereka di kampung selama Imlek. Hal itu untuk mencegah penularan Covid-19 meluas. Namun, sepertinya imbauan tersebut tidak akan dituruti oleh mayoritas penduduk. Sebab, setelah berpisah selama tiga tahun, saat ini merupakan kesempatan untuk kembali berkumpul dengan keluarga. (sha/hud/jawapos)

Editor: Tanya Rompas

Tags

Terkini

AS Cari Warganya yang Hilang di Indonesia

Sabtu, 25 Maret 2023 | 13:41 WIB
X