MANADOPOST.ID – Aksi prodemokrasi di Thailand yang mendesak reformasi kerajaan dan pencopotan Perdana Menteri Prayuth Chan-o-cha telah berlangsung setahun. Tuntutan rakyat itu direspons dengan penangkapan sejumlah aktivis. Terhitung sudah ada 695 demonstran yang ditangkap dan dijerat dengan berbagai dakwaan kriminal, seperti penghasutan dan penyebab kerusuhan.
Di antara para demonstran dan aktivis yang ditangkap itu, 110 orang dijerat dengan UU Lese Majeste. Itu adalah UU yang melindungi keluarga Kerajaan Thailand. Siapa pun yang mengkritik kerajaan akan dijerat dakwaan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Karena itu, dulu mengkritik raja dan keluarganya adalah hal yang tabu. Tapi kini tidak lagi.
Dekan Ilmu Politik di Ubon Ratchathani University Titipol Phakdeewanich mengungkapkan bahwa pemerintah Thailand selama beberapa dekade menggunakan UU Lese Majeste untuk membungkam kritikus. Ia menyebabkan ketakutan sehingga mencegah warga berbicara dan mengkritik kerajaan. ’’Tapi, ada beberapa orang yang tidak peduli lagi,’’ tegasnya. Para pemuda yang hidup di era digital menolak pemikiran dan prinsip-prinsip yang tidak logis.
Salah satu yang tetap lantang bersuara adalah Parit Chiwarak. Aktivis yang biasa disebut Penguin itu memegang rekor dijerat setidaknya dengan 20 dakwaan. Ada setidaknya delapan demonstran yang juga didakwa meski usia mereka di bawah 18 tahun.
1491945 Adx_ManadoPost_InPage_Mobile
’’Ini adalah hukum yang keras. Hukuman (Lese Majeste, Red) bisa diterapkan, tetapi harus masuk akal,’’ ujar pengacara yang mewakili para pengunjuk rasa Krisadang Nutcharut.
Meski mengetahui kemungkinan ditangkap besar, massa tetap turun ke jalan dan kritikan kepada keluarga kerajaan tidak terbendung. Mereka meminta PM Prayuth Chan-o-cha mundur, amandemen konstitusi yang ditulis oleh militer, reformasi kerajaan, dan berbagai tuntutan lainnya. Prayuth berkuasa setelah melakukan kudeta pada 2014. (Jawa Pos)
MANADOPOST.ID – Aksi prodemokrasi di Thailand yang mendesak reformasi kerajaan dan pencopotan Perdana Menteri Prayuth Chan-o-cha telah berlangsung setahun. Tuntutan rakyat itu direspons dengan penangkapan sejumlah aktivis. Terhitung sudah ada 695 demonstran yang ditangkap dan dijerat dengan berbagai dakwaan kriminal, seperti penghasutan dan penyebab kerusuhan.
Di antara para demonstran dan aktivis yang ditangkap itu, 110 orang dijerat dengan UU Lese Majeste. Itu adalah UU yang melindungi keluarga Kerajaan Thailand. Siapa pun yang mengkritik kerajaan akan dijerat dakwaan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Karena itu, dulu mengkritik raja dan keluarganya adalah hal yang tabu. Tapi kini tidak lagi.
Dekan Ilmu Politik di Ubon Ratchathani University Titipol Phakdeewanich mengungkapkan bahwa pemerintah Thailand selama beberapa dekade menggunakan UU Lese Majeste untuk membungkam kritikus. Ia menyebabkan ketakutan sehingga mencegah warga berbicara dan mengkritik kerajaan. ’’Tapi, ada beberapa orang yang tidak peduli lagi,’’ tegasnya. Para pemuda yang hidup di era digital menolak pemikiran dan prinsip-prinsip yang tidak logis.
Salah satu yang tetap lantang bersuara adalah Parit Chiwarak. Aktivis yang biasa disebut Penguin itu memegang rekor dijerat setidaknya dengan 20 dakwaan. Ada setidaknya delapan demonstran yang juga didakwa meski usia mereka di bawah 18 tahun.
’’Ini adalah hukum yang keras. Hukuman (Lese Majeste, Red) bisa diterapkan, tetapi harus masuk akal,’’ ujar pengacara yang mewakili para pengunjuk rasa Krisadang Nutcharut.
Meski mengetahui kemungkinan ditangkap besar, massa tetap turun ke jalan dan kritikan kepada keluarga kerajaan tidak terbendung. Mereka meminta PM Prayuth Chan-o-cha mundur, amandemen konstitusi yang ditulis oleh militer, reformasi kerajaan, dan berbagai tuntutan lainnya. Prayuth berkuasa setelah melakukan kudeta pada 2014. (Jawa Pos)