MANADOPOST.ID– Vladimir Putin memainkan kartunya. Presiden Rusia itu tahu dengan pasti Eropa bergantung pada pasokan energi dari negaranya. Utamanya gas alam. Karena itu ketika dia disanksi bertubi-tubi dan permintaannya tak dipenuhi, Kremlin langsung menghentikan suplai gas alamnya. Polandia dan Bulgaria menjadi sasaran pertama.
Mulai kemarin (27/4) perusahaan gas asal Rusia, Gazprom, menghentikan pengiriman ke PGNiG di Polandia dan Bulgargaz milik Bulgaria. Hal itu dilakukan karena dua negara tersebut menolak membayar gas dengan mata uang Rusia yaitu Rubel.
Negara-negara yang membeli gas alam dari Rusia diminta membayar di muka. Mulai bulan lalu, Putin meminta agar negara-negara yang dianggap tidak bersahabat membayar dengan Rubel. Jika tidak, suplai akan dihentikan. Itu kemungkinan dilakukan untuk meningkatkan nilai mata uang Rusia yang terdampak sanksi dari negara-negara Barat. Hanya Hungaria yang setuju membayar dengan Rubel, negara Eropa lainnya memilih menolak.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengecam tindakan Rusia. Dia menegaskan bahwa negara-negara UE lainnya akan membantu Polandia dan Bulgaria. ’’Ini adalah upaya lain dari Rusia yang menggunakan gas sebagai alat pemerasan. Ini tidak bisa dibenarkan dan tidak bisa diterima,’’ tegasnya. Dia menegaskan bahwa dalam kontrak jual beli ditegaskan bahwa pembayaran dilakukan dengan dollar maupun euro. Selama ini sekitar 60 persen dibayar dengan euro dan sisanya dollar.
Nathan Piper, kepala penelitian minyak dan gas di Investec, mengatakan kepada BBC bahwa penghentian pasokan ke Polandia dan Bulgaria adalah awal tekanan ekonomi yang dilakukan Rusia di Eropa. Ini bisa meningkat ke negara lain di Benua Biru. Mayoritas ekspor gas Rusia memang negara-negara Eropa. Jerman adalah pengimpor terbesar, disusul Italia, Belarus, Turki, Belanda, dan negara lainnya.
Prediksi Piper hanya selangkah menuju kenyataan. Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov menampik tudingan bahwa mereka menggunakan gas untuk melakukan pemerasan. Menurutnya Rusia tetaplah pemasok sumber daya energi yang andal bagi konsumennya dan berkomitmen atas kewajiban kontraktualnya.
Meski begitu, jika waktu pembayaran sudah dekat dan konsumen menolak membayar dengan rubel, maka keputusan Putin akan diterapkan. Yaitu menghentikan pasokan. Ditanya terkait kerugian jika berhenti mengekspor minyak dan gas ke Eropa, Peskov menegaskan bahwa semua sudah diperhitungkan.
Sementara itu Putin dan Sekjen PBB Antonio Guterres bertemu di Moskow untuk membahas perang di Ukraina. Kremlin menyatakan bahwa secara prinsip mereka setuju PBB dan Komite Palang Merah Internasional (ICRC) terlibat dalam evakuasi penduduk sipil di pabrik baja Azovstal, Mariupol.
’’Diskusi selanjutnya akan dilakukan dengan Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) dan Kementerian Pertahanan Rusia,’’ ujar juru bicara PBB Stephane Dujarric dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan. Rencananya, hari ini Guterres akan ke Kiev untuk berdiskusi dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Sebelumnya pada hari Selasa (26/4) Putin mengatakan kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bahwa tidak ada operasi militer yang sedang berlangsung di Mariupol. Menurut dia, Kiev harus bertanggung jawab atas orang-orang di pabrik baja Azovstal. Mariupol sudah dikuasai oleh Rusia kecuali pasukan di pabrik tersebut.
Sementara itu Jerman akhirnya berubah pikiran. Negara yang dipimpin oleh Kanselir Olaf Scholz itu akhirnya setuju untuk mengirimkan senjata ke Ukraina. Padahal sejak awal perang, Jerman menolak dan lebih memilih mengirimkan bantuan kemanusiaan. Berlin bakal memberikan tank dan sistem anti misil Gepard ke Kiev.
’’Kami memutuskan akan mendukung Ukraina dengan sistem anti-pesawat. Itulah yang dibutuhkan Ukraina sekarang untuk mengamankan wilayah udara dari darat,’’ ujar Menteri Pertahanan Jerman Christine Lambrecht seperti dikutip CNN.(jawapos)