MANADOPOST.ID – Selain persoalan pemindahan lahan yang hingga kini tidak diketahui Kementerian Kesehatan (Kemenkes), pembangunan rumah sakit (RS) Pratama Bitung di atas lahan yang belum dibayar Dinas Kesehatan juga menjadi sorotan.
Pasalnya, jarak tanggal kontrak dengan peletakan batu pertama terpaut jauh. Sehingga dikhawatirkan kualitas fisik bangunan RS Pratama tidak sesuai harapan.
Pemerhati Kota Bitung Steven Luntungan yang sudah mengawal proses RS Pratama Bitung mengaku turut khawatir dengan kondisi tersebut. Karena ada jarak satu bulan lebih dari tanggal kontrak sampai pada peletakan batu pertama.
“Tanggal kontrak 29 Juli. Peletakan batu pertama 31 Agustus. Ini ada jarak satu bulan lebih. Ada informasi juga sudah berjalan hampir satu bulan dari tanggal kontrak tetapi pekerjaannya masih sangat minim. Apalagi ada dua paket pekerjaan, yaitu pematangan lahan dan fisik dari dua perusahaan berbeda, tetapi dilaksanakan satu kontraktor,” ulasnya, Minggu (5/9).
1491945 Adx_ManadoPost_InPage_Mobile
Ia menyimpulkan, kualitas dari pekerjaan RS Pratama itu diragukan karena waktu pekerjaan hanya 150 hari kalender dengan batas waktu 26 Desember 2021.
“Kami ragu dengan kualitasnya jika mengikuti histori mulai dari tanggal kontrak sampai peletakan batu pertama. Waktu pekerjaan juga sangat mepet. Semoga saja kontraktor bisa menyelesaikannya dengan baik, sesuai batas waktu yang ditentukan agar tidak berujung pada masalah seperti kualitasnya buruk sehingga RS Pratama menjadi mubazir dan persoalan hukum bagi penyedia pekerjaan maupun kontraktor pelaksana,” pungkasnya.
MANADOPOST.ID – Selain persoalan pemindahan lahan yang hingga kini tidak diketahui Kementerian Kesehatan (Kemenkes), pembangunan rumah sakit (RS) Pratama Bitung di atas lahan yang belum dibayar Dinas Kesehatan juga menjadi sorotan.
Pasalnya, jarak tanggal kontrak dengan peletakan batu pertama terpaut jauh. Sehingga dikhawatirkan kualitas fisik bangunan RS Pratama tidak sesuai harapan.
Pemerhati Kota Bitung Steven Luntungan yang sudah mengawal proses RS Pratama Bitung mengaku turut khawatir dengan kondisi tersebut. Karena ada jarak satu bulan lebih dari tanggal kontrak sampai pada peletakan batu pertama.
“Tanggal kontrak 29 Juli. Peletakan batu pertama 31 Agustus. Ini ada jarak satu bulan lebih. Ada informasi juga sudah berjalan hampir satu bulan dari tanggal kontrak tetapi pekerjaannya masih sangat minim. Apalagi ada dua paket pekerjaan, yaitu pematangan lahan dan fisik dari dua perusahaan berbeda, tetapi dilaksanakan satu kontraktor,” ulasnya, Minggu (5/9).
Ia menyimpulkan, kualitas dari pekerjaan RS Pratama itu diragukan karena waktu pekerjaan hanya 150 hari kalender dengan batas waktu 26 Desember 2021.
“Kami ragu dengan kualitasnya jika mengikuti histori mulai dari tanggal kontrak sampai peletakan batu pertama. Waktu pekerjaan juga sangat mepet. Semoga saja kontraktor bisa menyelesaikannya dengan baik, sesuai batas waktu yang ditentukan agar tidak berujung pada masalah seperti kualitasnya buruk sehingga RS Pratama menjadi mubazir dan persoalan hukum bagi penyedia pekerjaan maupun kontraktor pelaksana,” pungkasnya.