MANADOPOST.ID – Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Bitung kembali menjadi sorotan. Pasalnya diduga kuat dinas yang dipimpin Frangky Sondakh ini melakukan praktik Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Praktik KKN ini dengan modus meloloskan kerjasama sejumlah perusahaan pers, kendati tidak memenuhi persyaratan sesuai aturan yang dikeluarkan Diskominfo sendiri.
Buktinya, dari penelusuran Manado Post, Diskominfo Bitung telah melaksanakan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan 16 perusahaan pers.
Atas dasar PKS itu, 16 perusahaan pers ini sudah tiga kali menerima pencairan dari jasa pemuatan advertorial di tahun anggaran 2021.
Padahal, dari 16 perusahaan pers itu, hanya satu media siber yang terverifikasi faktual di Dewan Pers. Satunya lagi media elektronik baru terverifikasi administrasi di Dewan Pers.
Sementara 14 lainnya, tidak terdaftar sama sekali di Dewan Pers, sebagaimana tertera pada laman https://dewanpers.or.id/data/perusahaanpers.
Menurut sumber, kendati perusahaan pers tidak memenuhi syarat, sengaja direkayasa oleh Diskominfo Bitung, sehingga dalam PKS pasal tiga soal kelengkapan berkas, dinyatakan sejumlah perusaahan pers tidak jelas itu menjadi lengkap sesuai persyaratan PKS yang telah ditandatangani kedua belah pihak di atas meterai.
Steven Luntungan, pemerhati Kota Bitung menduga, modus tersebut dilakukan Diskominfo Bitung untuk tujuan tertentu yang berindikasi sebagai praktik KKN. Apalagi pejabat di Diskominfo Bitung diduga menikmati fee dari setiap pencairan advetorial.
“Bisa saja minta jatah atau karena perusahaan pers itu dekat dengan penguasa atau dengan petinggi Diskominfo. Heran syarat kerjasama disajikan seketat mungkin oleh Diskominfo kemudian dilanggar Diskominfo sendiri untuk meloloskan perusahaan media kendati tidak memenuhi syarat. Jadi Diskominfo Bitung membuat aturan, hanya untuk formalitas saja,” katanya.
Soal rekayasa dokumen PKS dan sudah ada pencairan, menurut Luntungan, sangatlah berbahaya karena sudah ada unsur penyalahgunaan wewenang yang bisa mengakibatkan kerugian negara. Karena yang digunakan bukan dana pribadi, melainkan APBD yang adalah uang negara.
“Contoh jika perusahaan ikut proyek di Dinas PUPR. Jika tidak memenuhi syarat kelengkapan dokumen langsung dinyatakan gugur. Ini harusnya berlaku sama dengan perusahaan media dengan Dinas Kominfo. Kalau kemudian syarat tidak lengkap tetapi sudah menjadi lengkap dalam PKS, itu bahaya apalagi sudah ada pencairan. Artinya sudah ada kerugian negara yang jatuh ke perusahaan tidak jelas, atas wewenang pejabat di Diskominfo Bitung yang disalahgunakan,” kuncinya.
Kepala Dinas Kominfo Bitung Franky Sondakh masih belum berhasil dikonfirmasi terkait hal ini. Dihubungi lewat telepon, aktif namun menolak panggilan telepon wartawan.
Sementara itu, Kabid Layanan Informasi Humas dan Persandian Diskominfo Bitung Sem Muhaling ketika dikonfirmasi menjelaskan, soal persyaratan itu belum sah karena kadis tidak menandatangani SK tersebut.
“Syarat belum dilaksanakan. Untuk resminya, tunggu Perwako kerja sama lagi diproses,” katanya.
Ditanya lagi soal sudah ada 16 perusahaan pers yang telah melaksanakan PKS dan menerima pencairan, Muhaling tetap bersikukuh mengatakan syarat resmi belum ada.
“Karena syarat resmi belum ada. Itu baru draft. Kalau hal ini dipermasalahkan oleh Manado Post, silahkan supaya teman-teman media lain sadar dengan kekurangan mereka,” ulas Muhaling.
Hanya saja, ketika wartawan memperlihatkan data draft pencairan advetorial, Muhaling enggan memberikan penjelasan.
“Tidak,” singkatnya. (franky/chanly)