32.4 C
Manado
Sunday, 26 March 2023

Jadi Primadona Baru Pariwisata, Pengelolaan Bendungan Kuwil Malah Amburadul

MANADOPOST.ID—Bendungan Kuwil-Kawangkoan di Kecamatan Kalawat, ‘disulap’ jadi primadona baru objek wisata di Minahasa Utara (Minut).

Ribuan wisatawan tampak memadati proyek yang belum lama diresmikan Presiden Joko Widodo tersebut.

Namun sayang, pengelolaannya tampak amburadul. Penarikan retribusi oleh petugas menuai protes. Warga sekitar bahkan protes karena tidak diberdayakan. Mereka dilarang berjalan di kompleks seputaran bendungan.

“Kami mau berjualan tapi dilarang oleh pengelola BUMDes karena alasannya kami hanya menggunakan mobil pick up. Sementara katanya yang diizinkan hanya mobil station,” keluhnya.

1491945 Adx_ManadoPost_InPage_Mobile

Padahal menurut dia sebagai masyarakat sekitar, kehadiran objek wisata di sana seharusnya berdampak pada perekonomian warga setempat. “Tapi nyatanya terkesan pilih kasih. Malah ada informasi yang berjalan itu orangnya camat, dan Kumtua Kuwil dan Kumtua Kawangkoan,” ungkapnya.

Fenomena itu turut dikeluhkan aktivis sosial kemasyarakatan Minut William Luntungan. Dia bahkan menyebut penagihan bea masuk oleh petugas BUMDes setempat adalah pungutan liar (pungli). “Tidak masalah kalau memang ada bea masuk tapi dasar hukumnya harus jelas. Jangan main sembarangan tagih menagih, sekarang kita pertanyakan keuntungannya dikelola seperti apa. Harus transparan karena ini fasilitas negara yang dibangun dengan uang rakyat,” kritiknya.

Baca Juga:  Tangkap Eks Bupati Minut, Sosok Kajati Sulut Diapresiasi, Inilah Harapan Warga Sulut

Lanjut dia, seharusnya ada pemberdayaan UMKM setempat. Agar ada dampak ekonomis dari kehadiran objek wisata tersebut. “Jangan sampai penduduk lokal cuma jadi penonton. Baiknya pengelolaan objek wisata diberikan kepada instansi yang berkompeten,” nilai mantan Direktur PUD Klabat tersebut.

Bendungan Kuwil-Kawangkoan memang sedang jadi objek wisata andalan. Selain menikmati pemandangan hilirisasi air sungai dari Tondano ke Kota Manado, warga yang datang turut disajikan keragaman budaya dan kearifan lokal. Patung para tokoh Minahasa hingga hadirnya waruga di seputaran kompleks bendungan lantas menjadi spot favorit wisatawan untuk berswafoto.

Ketua BUMDes Tambuk Sela selaku pengelola Bendungan Kuwil-Kawangkoan Karim Wagiu mengakui pihaknya mematok biaya karcis masuk Rp5 ribu per orang. Dikatakannya, kewenangan pengelolaan bendungan diserahkan Balai Sungai Sulawesi Satu (BWSS) kepada
pemerintah Desa Kawangkoan dan Desa Kuwil melalui BumDes. “Pengelolaannya memang bersifat sementara. Kami juga menunggu kewenangan lanjutan seperti apa,” terangnya.

Baca Juga:  VAP Didoakan Anak Panti Asuhan Febe

Terkait aturan untuk berjualan diatur sesuai permintaan BWSS. Sehingga memang dibatasi pada model angkutan tertentu. Sementara adanya keterlibatan pejabat kecamatan dan desa yang berjualan, dia tak menampik. “Jadi memang ada ketentuan dari Balai Sungai agar tidak kumuh, penjual di dalam kompleks objek wisata dibatasi,” jelasnya.

Terpisah, Camat Kalawat Ferlie Indria Nassa saat dikonfirmasi mengaku tidak tahu menahu soal pengelolaan objek wisata bendungan. “Saya tidak tahu menahu soal itu. Kalau yang lalu memang anak saya berusaha dengan berjualan di situ. Tapi soal pengelolaan saya tidak ikut mengurusi,” tandasnya. (jen)

MANADOPOST.ID—Bendungan Kuwil-Kawangkoan di Kecamatan Kalawat, ‘disulap’ jadi primadona baru objek wisata di Minahasa Utara (Minut).

Ribuan wisatawan tampak memadati proyek yang belum lama diresmikan Presiden Joko Widodo tersebut.

Namun sayang, pengelolaannya tampak amburadul. Penarikan retribusi oleh petugas menuai protes. Warga sekitar bahkan protes karena tidak diberdayakan. Mereka dilarang berjalan di kompleks seputaran bendungan.

“Kami mau berjualan tapi dilarang oleh pengelola BUMDes karena alasannya kami hanya menggunakan mobil pick up. Sementara katanya yang diizinkan hanya mobil station,” keluhnya.

Padahal menurut dia sebagai masyarakat sekitar, kehadiran objek wisata di sana seharusnya berdampak pada perekonomian warga setempat. “Tapi nyatanya terkesan pilih kasih. Malah ada informasi yang berjalan itu orangnya camat, dan Kumtua Kuwil dan Kumtua Kawangkoan,” ungkapnya.

Fenomena itu turut dikeluhkan aktivis sosial kemasyarakatan Minut William Luntungan. Dia bahkan menyebut penagihan bea masuk oleh petugas BUMDes setempat adalah pungutan liar (pungli). “Tidak masalah kalau memang ada bea masuk tapi dasar hukumnya harus jelas. Jangan main sembarangan tagih menagih, sekarang kita pertanyakan keuntungannya dikelola seperti apa. Harus transparan karena ini fasilitas negara yang dibangun dengan uang rakyat,” kritiknya.

Baca Juga:  Harkitnas Momentum Bangkit dari Pandemi Covid-19, Begini Harapan Bupati dan Ketua DPRD Minut

Lanjut dia, seharusnya ada pemberdayaan UMKM setempat. Agar ada dampak ekonomis dari kehadiran objek wisata tersebut. “Jangan sampai penduduk lokal cuma jadi penonton. Baiknya pengelolaan objek wisata diberikan kepada instansi yang berkompeten,” nilai mantan Direktur PUD Klabat tersebut.

Bendungan Kuwil-Kawangkoan memang sedang jadi objek wisata andalan. Selain menikmati pemandangan hilirisasi air sungai dari Tondano ke Kota Manado, warga yang datang turut disajikan keragaman budaya dan kearifan lokal. Patung para tokoh Minahasa hingga hadirnya waruga di seputaran kompleks bendungan lantas menjadi spot favorit wisatawan untuk berswafoto.

Ketua BUMDes Tambuk Sela selaku pengelola Bendungan Kuwil-Kawangkoan Karim Wagiu mengakui pihaknya mematok biaya karcis masuk Rp5 ribu per orang. Dikatakannya, kewenangan pengelolaan bendungan diserahkan Balai Sungai Sulawesi Satu (BWSS) kepada
pemerintah Desa Kawangkoan dan Desa Kuwil melalui BumDes. “Pengelolaannya memang bersifat sementara. Kami juga menunggu kewenangan lanjutan seperti apa,” terangnya.

Baca Juga:  Soroti Kamtibmas, Ini yang Dibahas Kapolres Minut Bersama JG-KWL

Terkait aturan untuk berjualan diatur sesuai permintaan BWSS. Sehingga memang dibatasi pada model angkutan tertentu. Sementara adanya keterlibatan pejabat kecamatan dan desa yang berjualan, dia tak menampik. “Jadi memang ada ketentuan dari Balai Sungai agar tidak kumuh, penjual di dalam kompleks objek wisata dibatasi,” jelasnya.

Terpisah, Camat Kalawat Ferlie Indria Nassa saat dikonfirmasi mengaku tidak tahu menahu soal pengelolaan objek wisata bendungan. “Saya tidak tahu menahu soal itu. Kalau yang lalu memang anak saya berusaha dengan berjualan di situ. Tapi soal pengelolaan saya tidak ikut mengurusi,” tandasnya. (jen)

Most Read

Artikel Terbaru