MANADOPOST.ID—Penanganan kebakaran yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) dan Pemadam Kebakaran (Damkar) Minahasa Utara (Minut), jauh dari harapan. Masalah ketersediaan fasilitas hingga kualitas personel yang kurang mumpuni tak kunjung diseriusi perangkat daerah terkait.
Tokoh Muda Minut Donald Rumimpunu mencontohkan terjadinya kebakaran beruntun di wilayah Likupang, beberapa waktu lalu. Tidak adanya unit mobil damkar yang siaga, membuat bantuan sering terlambat akibat jarak tempuh dari Airmadidi, tempat mobil damkar diparkir ke Likupang, bisa memakan waktu hingha satu jam. “Sudah berapa kali kebakaran terjadi. Mobil damkar datang setelah rumah sudah rata dilalap api,” tuturnya.
Dia meminta perhatian serius eksekutif dan legislatif agar bisa menghadirkan mobil damkar dan petugas yang siaga di wilayah yang jauh dari pusat kota Airmadidi. “Supaya nanti bila ada kebakaran lagi, bisa diantisipasi secara sigap,” ujarnya.
Berbagai kelemahan dalam upaya damkar, disadari Kepala Satpol-PP dan Damkar Minut Robby Parengkuan. Diakuinya pihaknya memiliki sejumlah permasalahan, terutama jumlah mobil damkar yang terbatas.
“Kita sekarang hanya punya tiga. Tiga yang siap jalan. Ada lagi tiga unit sebenarnya, tapi sudah rusak parah. Kalau mau diperbaiki anggarannya lebih besar dari beli baru. Yang masih difungsikan pun itu punya banyak keterbatasan,” ungkap dia.
Dilanjutkannya, usulan telah disampaikan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Pihaknya meminta pengadaan empat unit. Permohonan telah disampaikan tahun ini. Diharapkan akhir 2021 atau tahun depan bisa direalisasikan. “Tapi ini kan usulan. Bisa diterima, bisa juga tidak. Kalau sudah ada, kita rencanakan akan disiagakan dua di Likupang, satu di Wori dan satu di Kema,” terangnya.
Parengkuan mengakui, pihaknya kesulitan untuk melakukan pengadaan melalui APBD. Pasalnya, anggaran tahun ini serba dipangkas karena refocusing. Satu unit harganya di kisaran Rp1 miliar. Apalagi, kalau sudah ada penambahan unit, dinas yang dia pimpin wajib membangun lahan parkir. Biayanya tidak sedikit. “Kalau mau bikin harus bor air, bikin hanggar. Kita belum menata, tapi kalau sudah ada mobilnya, sudah pasti ditata untuk dibangun,” terangnya.
Para petugas yang bertarung nyawa itu tidak dilengkapi perlengkapan memadai. Tak hanya soal fasilitas, damkar juga terkendala personel. Mayoritas petugas hanya Tenaga Harian Lepas (THL). Cuma empat PNS. Sudah termasuk kabid damkar. Pelatihan seadanya. Mereka yang baru belajar dari petugas sebelumnya. Otodidak. “Kita punya 90 THL damkar. Empat PNS. Memang semua tidak bersertifikat. Karena untuk pelatihan butuh anggaran besar. Sebelumnya kita asuransikan, tetapi karena sudah refocusing, tidak dilanjutkan,” tukasnya. (jen)