MANADOPOST.ID — Isak tangis pecah di rumah duka Keluarga Karundeng-Sanchez di Kelurahan Airmadidi Bawah, Kecamatan Airmadidi, Minahasa Utara (Minut), tepat di depan Kampus Universitas Klabat (Unklab), Minggu (9/1). Kematian misterius Grace Meichen Gysbertha Karundeng, tampak benar-benar membuat keluarganya terpukul. Sanak-saudara hingga kerabat pun tak kuasa menahan tangis atas kepergian gadis cantik kelahiran Lembean, 18 Mei 2013. Grace, sapaan akrabnya diketahui meninggal dunia di salah satu basement di Richmond Hill, Ontario, Toronto, Kanada, Jumat (7/1), waktu setempat. Atau Sabtu (8/1) subuh di Sulut. Hingga kini penyebabnya masih misterius. Jagad maya viral dengan kabar kepergiannya. Ungkapan duka mengalir dari para netizen. Banyak yang menyanyangkan nasib mahasiswi jurusan Fashion Management Humber College Canada tersebut. Pantauan Manado Post dari bangsal duka, satu per satu kerabat keluarga silih berganti datang memberikan penguatan kepada keluarga. Tampak sebuah foto almarhum bersama kedua orang tua dan kakaknya dipanjang di belakang lilin putih yang menyala. Doa demi doa dilantunkan secara bergantian. Setelahnya ibadah penghiburan digelar malam harinya. Ibunda almarhum Teresita Karundeng-Sanchez tak kuasa menahan tangis. “Ini begitu berat. Rasanya tidak sanggup. Semoga Tuhan berikan kekuatan,” tuturnya. Tessie, sapaan akrabnya mengenang almarhum. Katanya, komunikasi dengan kedua putrinya dilakukan setiap hari. Rabu (5/1), Grace masih sempat bercanda dengan Ibunya. “Rabu, dia (almarhum) sempat bilang mama sudah gendutan ya,” tuturnya. Bahkan, di hari anaknya meninggal, sebuah pesan singkat masih sempat dikirim almarhum. “Dia (Grace, red) meninggal antara jam 2 jam 3, pukul 10.28 (Wita), dia mengirim pesan i love you mama. Tapi karena kita sudah tidur, kita tidak sempat balas,” ceritanya. Malangnya, pesan serupa tidak akan pernah lagi diterima dari sang putri. Beberapa jam berselang, Christine, Kakak dari Grace yang baru bangun dari tidurnya tak lagi menemukan sang adik. Hingga akhirnya mendapatkan informasi Grace sudah meninggal di basement dekat tempat tinggal mereka. Padahal, menurutnya, kakak beradik itu masih sempat bertemu saat Christine pulang kerja. Di Toronto, Grace memang tinggal bersama kakaknya yang juga menimba ilmu di sana. Tetapi juga nyambi dengan bekerja paruh waktu. Saat mendapatkan info sang adik sudah tiada, Christine sontak menelpon Sang Ayah Audy Karundeng. Tak kuasa menahan tangis. Suaranya terbata. “Dia (Christine, red) hanya bilang daddy, ade. Daddy, ade. Hingga kami mengerti maksudnya adiknya sudah meninggal,” terang Tessie yang sehari-harinya bertugas sebagai Head Admission di Manado Independent School (MIS) itu. Kabar kematian Grace disampaikan Christine kepada orang tuanya sekira pukul 3 atau 4 pagi. Namun, belum banyak informasi diterima. Karena memang Christine tidak diberikan banyak akses oleh penyidik setempat. Menurut Tessie, hingga kemarin pagi, putri pertamanya itu masih syok. Tetapi bersama suaminya, mereka berusaha memberikan penguatan. Pasalnya, Christine meminta untuk pulang mengantarkan jenazah adiknya pulang ke kampung halaman. “Tinggal menunggu hasil forensiknya, dia (Christine, red) meminta untuk pulang ke rumah. Saya bilang kalau mau mengantar, harus kuat. Dia lawan dia punya trauma,” tutur Tessie. Diceritakannya, Christine sudah berada di Ontario, Kanada, sudah tiga setengah tahun. Sejak naik dari kelas dua ke tiga di MIS, Christine memilih melanjutkan pendidikan di sana. Saat ini, dia masuk semester enam di kampus yang sama dengan sang adik. Christine lah yang menjadi alasan Grace terobsesi melanjutkan studi selepas lulus SMA MIS. Sejak berangkat ke Kanada, baik Christine maupun Grace belum pernah pulang kampung. Karena saat penamatan sekolah Christine, Tessie lah yang menyambanginya ke sana, 2019 lalu. “Adiknya (Grace, red) baru lima bulan berangkat dari sini. Agustus 2021 berangkat belum pernah pulang. Ini sebenarnya baru mau masuk semester dua setelah ujian,” ungkapnya. Dia mengenang pelukan terakhir Grace saat hendak pergi ke Kanada. Itu ternyata menjadi yang terakhir. “Kalau kami di keluarga sih sudah biasa sebelum tidur atau pergi kemanapun berpelukan. Hari-hari itu saling berpelukan. Pada saat mereka masih sekolah pun, mereka datang ke kantor saya kemudian sebelum pergi kami berpelukan,” kenang Tessie. Soal penyebab meninggalnya sang putri, dia mengaku belum tahu. Namun pihaknya terus berkonsultasi dengan Konsulat Jenderal Indonesia di Kanada untuk kepulangan jenazah. “Waktu pengurusan berkas memakan waktu 3 hingga 7 hari. Kemungkinan jenazahnya tiba di sini hari kesepuluh," katanya. (jen)