MANADOPOST.ID–Gus Miftah diserang netizen setelah beredar video orasinya di altar berlambang salib dalam acara peresmian, Gereja Bethel Indonesia atau GBI.
Pimpinan Pondok Pesantren Ora Aji, Sleman, Yogyakarta itu dianggap sesat dan menjalani toleransi yang kebablasan.
Terkait hal itu, Gus Miftah pun memberikan tanggapan di akun Instagram-nya, lewat unggahan video, Senin (3/5).
Dilansir dari Fajar.co.id (Grup Manado Post), dia menjelaskan hadir di acara GBI itu karena diundang. Dan tidak hadir sendiri melainkan bersama beberapa tokoh agama lainnya, termasuk Gubernur DKI Jakarta.
“Setelah beredarnya orasi kebangsaan di sebuah gereja di Jakarta Utara di GBI Penjaringan atas undangan panitia. Saat itu saya hadir bersama Gubernur DKI Jakarta, Mas Anies Baswedan, Sekjen PBNU Gus Helmi, dan beberapa tokoh agama lainya. Dan itu atas undangan mereka, acara yang mereka berikan ke saya pun, judulnya orasi kebangsaan dalam peresmian GBI. Bukan dalam rangka peribadatan, dicatat dalam rangka peresmian bukan dalam rangka peribadatan,” tuturnya.
Gus Miftah menyebut gara-gara itu banyak label yang kemudian ditempelkan ke dirinya.
“Saya dihujat banyak netizen dengan mengatakan Miftah sesat, Miftah kafir, syahadatnya batal dan lain sebagainya. Gus Miftah marah? Enggak, saya bersyukur, alhamdulillah,” lanjutnya.
Sahabat Deddy Corbuzier ini mengaku heran dengan begitu cepatnya dilabeli sesat dan kafir, padahal selama ini dirinya cukup banyak meng-Islam orang kafir.
“Saya kemudian berpikir, orang seperti saya yang kebetulan dikasih Allah, jadi orang yang mampu membimbing sekian ratus orang untuk bersyahadat untuk jadi mualaf, hanya gara-gara video tersebut saya dikatakan kafir,” bebernya.
Diapun mengaku dakwah di era ini memang tidak mudah. “Luar biasa, itulah dakwah zaman sekarang. Kalau dakwah zaman dulu tugasnya meng-Islamkan orang kafir, dakwah hari ini mengkafir-kafirkan orang Islam,” tukasnya.
Guru spiritual keluarga Anang Hermansyah itupun membacakan dalil mengapa dirinya bisa menghadiri undangan dari pihak GBI.


“Akan saya kutip keterangan dari kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqh Quwait. Kitab ini berisi ensiklopedia persoalan fiqih dari berbagai mazhab,” jelasnya.
Diapun membaca keterangan dalam Bahasa Arab. Namun, dirinya memilih tidak mengartikannya dalam Bahasa Indonesia.
“Di dalam keterangan miniminal ada empat perbedaan pendapat utama tentang masuk gereja dan salat di dalamnya. Saya pikir saya enggak perlu menterjemahkan, karena para netizen terutama yang menghujat saya tentu lebih alim daripada saya, tentu anda sudah paham,” sentilnya.
Sebelumnya, video orasi Gus Miftah beredar saat peresmian GBI beberapa hari lalu.
Dia membacakan orasinya di altar dengan latar belakang salib yang kemudian jadi kontroversi.
Begini isi orasinya:
Di saat aku menggenggam tasbihku dan kamu menggenggam salibmu.
Di saat aku beribadah di Istiqlal, namun engkau ke Katedral.
Di saat bio-ku tertulis Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan bio-mu tertulis Yesus Kristus.
Di saat aku mengucapkan assalamualaikum dan kamu mengucap shalom.
Di saat aku mengeja Al-Quran dan kamu mengeja Al Kitabmu.
Kita berbeda saat memanggil nama Tuhan. Tentang aku yang mengenadahkan tangan dan kamu melipat tangan sambil berdoa.
Aku, kamu, kita.
Bukan Istiqlal dan Katedral yang ditakdirkan berdiri berhadapan dengan perbedaan, namun tetap harmonis.
Andai saja mereka bernyawa, apa tidak mungkin saling mencintai dan menghormati antara satu dengan lainnya?
Terima kasih, assalamualaikum, shalom. (pojoksatu/fajar)