MANADOPOST.ID— Kemarin (5/7), kasus aktif Covid-19 menembus angka rekor tertinggi, yakni 309.999 orang. Pakar Kesehatan dari IAKMI (Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia) dr. Hermawan Saputra mengatakan, dengan situasi seperti ini, tak heran jika rumah sakit kewalahan dan kelebihan kapasitas.
Tenaga kesehatan juga sudah mulai berguguran karena kelelahan dan terinfeksi. Meningkatkan jumlah tes dan penelusuran kontak erat secara masif adalah sebuah kewajiban yang harus dilakukan pemerintah.
Menurutnya, jika kasus dalam sehari hampir menembus 30 ribu, sementara jumlah spesimen hanya 100 ribu, maka tidak cukup untuk menekan angka kasus Covid-19. Agar menurunkan angka positivity rate, kata dia, jumlah tes harus lebih gencar lagi.
“Kalau jumlah yang dites segitu saja, enggak ke mana-mana sementara angka di lapangan melonjak signifikan, itu berarti di lapangan penularannya jauh dari yang kita bayangkan,” tegasnya kepada JawaPos.com, Selasa (6/7).
Menurut simulasi perhitungan dr. Hermawan, saat ini kasus aktif di Indonesia lebih dari 300 ribu orang. Maka jika angka seperti itu yang ada, semestinya minimal tes dilakukan sebanyak 900 ribu spesimen per hari. “Spesimen 900 ribu per hari. Dan tesnya minimal 600 ribu orang mestinya. Sebab kasus aktifnya kan 300 ribu, enggak biasa,” katanya. “Dan positivity rate melonjak, lebih dari 30 persen,” tambahnya.
Ia juga mengkritisi kebijakan PPKM Darurat di lapangan yang masih memberi kesan subjektivitas pada titik-titik penyekatan. Justru bukan hanya sektor esensial yang terkena dampaknya, para tenaga kesehatan pun terkena dampak penyekatan di jalan.
“Ya memang kan ada subjektivitas kan di lapangan, di mana ada titik-titik penyekatan tapi tak di semua daerah. Ada juga prasarana esensial dan non esensial tetapi sulit memverifikasi, dalam 2 hari ini saya banyak keluhan justru teman-teman nakes ikut tersekat, terhambat, padahal mereka harus ada di RS, di puskesmas,” katanya.
Menurutnya kebijakan dan aturan PPKM Darurat rumit dalam penegakan aturan. Sehingga terlalu banyak definisi dan masyarakat juga sulit memahami. “Sejak awal kami rekomendasikan lebih efektif lockdown regional, karena menghindari subjektivitas, menghindari berlaku menyeluruh untuk memutus mata rantai, tujuannya memutus penularan,” katanya.(jawapos.com)