MANADOPOST.ID–Sejumlah kebijakan pemerintah di tengah kondisi pandemi yang kini menuju endemi disebut mampu meningkatkan kepuasan publik terhadap Presiden Jokowi.
Kepuasan publik itu diungkap oleh peneliti Indonesia Elections and Strategic (indEX) Research Reza Reinaldi. Dia mengatakan, situasi pandemi Covid-19 semakin membaik, ditandai dengan terus menurunnya kasus harian setelah gelombang ketiga melanda Indonesia.
Pemerintah pun telah banyak melonggarkan pembatasan sosial yang tidak seketat seperti gelombang sebelumnya. Dengan cakupan vaksinasi baik dosis lengkap maupun booster yang sudah sangat meluas. Berlanjut pada pemerintah memutuskan menghapus syarat tes antigen dan PCR untuk perjalanan dalam negeri. Kemudian menghapuskan kewajiban karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri (PPLN).
“Banyaknya pelonggaran membuat sektor-sektor ekonomi dapat bergerak lebih bebas,” ujar Reza Reinaldi dalam siaran pers di Jakarta, pada Kamis (7/4).
Reza Reinaldi melanjutkan, meski sejumlah varian baru masih menjadi ancaman, kini dunia diyakini tengah menuju situasi endemi. Di sisi lain, pandemi telah menimbulkan disrupsi perekonomian secara global.
Dari temuan survei indEX Research menunjukkan kepuasan publik sedikit mengalami penurunan, meskipun secara umum tingkat kepuasan tetap tinggi angkanya.
“Dampak naiknya harga-harga komoditas, tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi terkoreksi, tetapi tetap pada kisaran angka yang cukup tinggi,” kata Reza Reinaldi.
Adapun tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi mencapai 79,3 persen. Kemudian 6,3 persen merasa sangat puas. Angka itu turun dari survei sebelumnya pada Januari 2022 yang berada di atas 80 persen. Angka itu turun dari survei sebelumnya pada Januari 2022 yang berada di atas 80 persen.
Sebaliknya dengan ketidakpuasan yang mengalami peningkatan menjadi 19,4 persen, di antaranya 2,3 persen merasa tidak puas sama sekali. Sisanya sebanyak 1,3 persen tidak tahu/tidak jawab.
Menurut Reza, turunnya tingkat kepuasan harus menjadi early warning bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan yang lebih tepat. “Dalam kasus minyak goreng, kebijakan Kementerian Perdagangan berubah-ubah dan membuat antrean terjadi di mana-mana,” lanjut Reza.
“Lebih-lebih dalam situasi memasuki bulan puasa dan menjelang Lebaran, pemerintah harus membuat langkah yang jitu untuk mencegah lonjakan harga-harga yang dapat memicu infasi yang tinggi,” tegas Reza.
Survei Index Research dilakukan pada 21-30 Maret 2022 terhadap 1200 orang mewakili semua provinsi, dipilih secara acak bertingkat, diwawancara secara tatap muka dengan penerapan protokol kesehatan. Margin of error ±2,9 persen, pada tingkat kepercayaan 95 persen. (Jawapos)