MANADOPOST.ID — Indonesia memiliki banyak sekali hewan-hewan langka yang saat ini dilindungi. Namun karena ulah manusia, banyak diantara mereka yang mati.
Salah satu penyebabnya adalah banyaknya sampah plastik. Manadopost.id merangkum tiga hewan dilindungi di Indonesia yang mati karena sampah plastik. Salah satunya ada ditemukan di Desa Sapa, Kecamatan Tenga, Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel, Sulawesi Utara (Sulut).
IKAN PAUS SPERMA DI WAKATOBI, SULAWESI TENGGARA.Â

Pertama ada Ikan Paus Sperma yang mati di Kabupaten Wakatobi. Ikan paus tersebut terdampar di Perairan Pulau Kapota Resort Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara tahun 2019 lalu. Kondisinya sangat menyedihkan, karena isi perutnya dipenuhi sampah dengan total mencapai 5,9 kilogram.
Kasubag TU Balai Taman Nasional Wakatobi, Laode Ahyar, mengatakan ikan paus itu ditemukan oleh nelayan sedikit dalam kondisi sudah mati dan mulai membusuk.
Dilansir dari merdeka.com, paus itu memiliki panjang 9,5 meter dan lebar 437 sentimeter. Rencananya, bangkai paus akan segera dikuburkan. “Hanya saja jam berapa bangkai ikan paus itu akan dikuburkan belum diketahui secara pasti karena masih menunggangi kesiapan tim,” katanya.
Ditambahkan Kepala Seksi Konservasi BKSDA Provinsi Sulawesi Tenggara, Darman, yang dihubungi secara terpisah membenarkan ikan paus yang terdampar di perairan Pulau Kapota Wakatobi. “Begitu mendapat laporan tersebut, tim dari BKSDA dan Dinas Kelautan dan Perikanan langsung ke lokasi lapangan untuk memastikan penyebab kematiannya,” katanya.
Sampah yang ada di dalam perut ikan paus tersebut, terdiri dari sampah gelas plastik 750 gram (115 buah), plastik keras 140 gram (19 buah), botol plastik 150 gram (4 buah), kantong plastik 260 gram (25 buah), serpihan kayu 740 gram (6 potong), sandal jepit 270 gram (2 buah), karung nilon 200 gram (1 potong), tali rafia 3.260 gram (lebih dari 1000 potong). “Kalau ditotal sampah yang ada dalam perut ikan paus sperma tersebut 5,9 kilogram,” katanya.
TIGA PENYU DI KEPULAUAN SERIBU

Kedua ada Tiga Penyu di Kepulauan Seribu mati Akibat Sampah Plastik. Kepala Seksi Konservasi Wilayah III Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta, Ida Harwati membenarkan tiga penyu mati di Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu. Penyu tersebut mati akibat sampah plastik dan minyak mentah.
“Memang benar pada tanggal 27 November 2018 ditemukan tiga ekor penyu yang mati. Tapi kondisinya sudah membusuk, jadi tidak dievakuasi ke darat. Sudah tertutup lendir, di mulutnya sudah ada plastik begitu juga dengan sela-sela kaki depannya,” katanya seperti dilansir dari Antara.
Dia menjelaskan, kematian penyu jenis sisik itu belum bisa dipastikan karena tidak dilakukan pembedahan. Namun pihaknya yakin penyu mati akibat sampah plastik dan tumpahan minyak yang berada di sekelilingnya.
BKSDA DKI sebelumnya tidak pernah menerima laporan penyu mati dari bulan Januari hingga November 2018. “Kami baru dapat infonya baru hari Selasa ini, mungkin matinya dari kemarin karena saat ditemukan kondisinya sudah membusuk, dua hari mungkin,” tambah Ida.
Lokasi penemuan penyu mati berada tak jauh dari Pulau Pari, sekitar 150 meter. Kini, BKSDA DKI dan Masyarakat Mitra Polisi Kehutanan (MMP) Pulau Pari membiarkan penyu-penyu mati itu mengambang di laut berhubung kondisinya yang membusuk.
Sebelumnya, Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu Yusen Hardiman menyebut kabar tercemarnya Pulau Pari, Kepulauan Seribu oleh minyak atau pek dan sampah yang sempat meluas di media sosial dipastikan berasal dari sampah kiriman.
Yusen menegaskan jajarannya telah membersihkan sampah yang jumlahnya mencapai 40 ton itu.
DUGONG DI MINAHASA SELATAN.

Terakhir ada seekor Dugong atau Ikan Duyung di Desa Sapa, Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel), Provinsi Sulawesi Utara (Sulut). Warga dikejutkan dengan penemuan bangkai seekor Duyung atau Dugong dengan panjang hampir tiga meter terdampar di pesisir pantai Pakin, Desa Sapa, Kecamatan Tenga, Maret 2020 lalu. Bangkai Dugong tersebut ditemukan warga dalam keadaan sudah busuk. Mendapat informasi masyarakat melalui media sosial, Kepala Pos Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (SDKP) Amurang Fenly Rantung bersama Balai Pengelohan Sumber daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makasar wilayah kerja manado melakukan evakuasi penguburan bangkai Mamalia tersebut. “Ketika kami menerima informasi dari medsos, kami langsung ke lokasi. Kami mengimbau kepada masyarakat agar hewan dilindungi tersebut tidak boleh dibawa pulang, sehingga kita proses untuk dikuburkan,” ungkapnya saat diwawancarai.
Menurut Rantung, diperairan Minsel sendiri banyak ditemukan jenis spesies mamalia yang dilindungi itu. “Di Minsel memang cukup sering laporan adanya spesies ini. Tapi cukup jarang juga ada temuan Dugong terdampar seperti ini, sehingga sebelum ada masyarakat yang datang membawanya, kita sudah antisipasi untuk lakukan penguburan bangkai Duyung itu,” tukasnya.
Dari Informasi yang diterima, bangkai Dugong tersebut diketahui berjenis kelamin laki-laki dengan usia diprediksi sudah tua. Dengan ukuran panjang totalnya 280 cm, panjang pangkal ekornya 242 cm, lebar 70 cm, panjang kelamin 33 cm, panjang sirip dadanya 44 cm dan lebar ekornya 92 cm.
Mirisnya, bangkai dugong tersebut diduga mati karena ulah manusia. Pasalnya di dalam mulutnya terdapat sejumlah sampah plastik. Diduga juga di dalam perut dugong ada sejumlah sampah plastik yang tidak sengaja tertelan.
Diketahui, Dugong adalah sejenis mamalia laut yang merupakan salah satu anggota Sirenia atau sapi laut yang masih bertahan hidup selain manatee. Dugong atau Duyung ini mampu mencapai usia 22 sampai 25 tahun. Duyung sendiri bukanlah ikan karena menyusui anaknya dan masih merupakan kerabat evolusi dari gajah. (Rangga/merdeka/antara)Â