MANADOPOST.ID-- Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat sebanyak 259.704 anak positif Covid. Dari jumlah itu, sebanyak 1.815 anak meninggal dunia. Jumlah anak meninggal karena Covid cukup tinggi sejak Juli hingga Agustus. Hal itu membuat banyak Orang Tua tidak tenang dalam penerapan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Ketua Umum PP Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof Dr dr Aman Pulungan SpA(K) mengatakan, anak yang meninggal karena Covid sejak Juli-Agustus rata-rata 100 orang per minggu. “Jadi begitu banyak anak sudah terpapar Covid-19, dan begitu banyak anak yang meninggal karena Covid,” ucap Prof Aman berbincang dengan dr RA Adaninggar SpPD melalui siaran live Instagram, Minggu (26/9). Prof Aman mengaku mendapat data-data anak meninggal karena Covid dan data anak terkonfirmasi Covid dari beberapa puskesmas dan poli anak di daerah. “Saya juga dapat data-data itu, yang dishare oleh puskesmes maupun poli demam,” ucapnya. Menurut Aman, rata-rata poli demam saat ini menangani pasien anak yang mulai mengikuti PTM di sekolah. “Nah yang seperti ini kan harusnya ada aturannya, bagaimana mitigasinya,” jelas Prof Aman. Prof Aman menanggapi pernyataan Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek, Jumeri, yang mengklarifikasi data-data kasus covid dari klaster sekolah yang beredar di media sosial. Prof Aman menegaskan bahwa sebagian data itu benar dan tidak sepenuhnya salah. Ia mengaku sudah melihat data-data yang diklarifikasi oleh Kemendikbudristek. Prof Aman membandingkan data tersebut dengan data-data yang didapat dari puskesmas dan poli demam dari berbagai daerah. Sebelumnya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengklarifikasi data klaster Covid-19 di sekolah yang beredar di masyarakat. Dikatakan, data-data tersebut bukan merupakan data klaster Covid-19 yang terjadi akibat pelaksanaan PTM terbatas di sekolah, melainkan data warga sekolah yang sedang atau pernah terkena Covid-19 secara umum. “Jadi itu 2,8 persen adalah bukan data klaster pendidikan. Tetapi itu adalah data yang menunjukkan satuan pendidikan yang melaporkan lewat aplikasi kita (Kemendikbud), lewat laman kita, bahwa di sekolahnya ada warga yang tertular Covid 19,” ujar Jumeri, Jumat (24/9). Jumeri menjelaskan, data itu didapatkan dari pendataan Kemendikbudristek mengenai ada atau tidaknya warga sekolah yang terkena Covid-19. Dari sekitar 46.500 sekolah yang menjadi responden, 2,8 persennya menjawab warga sekolahnya ada yang pernah terkena Covid-19, baik itu siswa, guru, maupun tenaga kependidikannya dan belum tentu penularan terjadi di sekolah. Jumeri menjelaskan angka 2,8 persen satuan pendidikan itu bukan laporan akumulasi dari kurun waktu satu bulan terakhir. Angka itu dihitung dari 14 bulan terakhir sejak Juli 2020. Terkait 15 ribu siswa dan 7.000 guru positif Covid-19 dari 46.500 satuan pendidikan, Jumeri mengakui pihaknya belum mengecek ulang data tersebut. “Belum diverifikasi, sehingga masih ditemukan kesalahan,” tandas Jumeri. (one/pojoksatu)