MANADOPOST.ID–Park Ji-sung pernah menyebut Liga Belanda sebagai kompetisi yang tepat untuk pijakan awal bintang Asia yang merumput di Eropa. Sebab, di mata mantan penggawa Manchester United tersebut, Belanda menawarkan liga yang kompetitif tapi dengan tingkat tekanan tidak tinggi.
’’Jadi, kans mereka untuk bisa mendapatkan menit bermain lebih tinggi,” kata Park dalam sebuah wawancara dengan Jawa Pos di Kota Malang, Jawa Timur, saat menjadi bintang di sebuah tur produk beberapa tahun lalu.
Park dan bintang Korea Selatan lainnya, Huh Jung-moo, maupun superstar Singapura Fandi Ahmad yang dibesarkan di Liga Belanda memang bisa menjadi contoh. Tapi, itu kemudian bergeser.
Liga Jerman dengan Bundesliga sebagai kompetisi strata teratas yang justru banyak jadi jujukan para talenta Asia. Misalnya Shinji Kagawa yang pernah membela Manchester United setelah meroket bersama Borussia Dortmund, lalu Son Heung-min yang dimatangkan di Bayer Leverkusen sebelum pindah ke Tottenham Hotspur. Ada pula Ritsu Doan, Makoto Hasebe, Takuma Asano, Daichi Kamada, sampai Gerrit Holtmann. Nama terakhir berkebangsaan Filipina.
Dikutip dari laman FourFourTwo, Cha Bum-kun, bintang pertama Korsel yang merumput di Bundesliga, menganggap gaya main sepak bola Jerman cocok dengan karakter pemain Asia.
’’Sepak bola Jerman tidak begitu bertumpu pada fisik seperti di gaya main klub-klub Inggris. Sehingga itu memudahkan pemain Asia cepat beradaptasi,’’ sebut Cha yang pernah memperkuat tiga klub di Jerman itu.
Belakangan, klub-klub Jerman pun mulai ’’jemput bola”. Mereka membuka kantor perwakilan di tanah Asia.
Kebetulan, gaya sepak bola Belgia tempat Marselino Ferdinan bermain saat ini (KMSK Deinze) masih berbau sepak bola Jerman. Itu karena Michael Sablon, sosok di balik lahirnya generasi emas Belgia, pernah bertemu dengan sosok yang pernah melatih BVB pada awal dekade 2000-an, Matthias Sammer.
Dari pertemuan inilah Sablon membuat cetak biru sepak bola Belgia. “Memang condong ke Jerman,” ucap Sablon seperti dikutip dari Bleacherrport.(Jawapos)