
MANADOPOST.ID – Football is Coming to Rome. Sepakbola kembali ke Roma, Italia. Ungkapan ini pantas disematkan bagi Tim Nasional (Timnas) Italia yang baru saja Juara Euro 2020. Performa ciamik Timnas Italia di bawah asuhan Roberto Mancini merupakan sebuah perjuangan luar biasa. Gli Azzurri, datang ke turnamen yang digelar 11 negara ini, tak termasuk unggulan di lima besar seperti Prancis, Portugal, Belgia, Jerman, atau Spanyol. Karena, Italia baru bangkit dari keterpurukan usai gagal ke Piala Dunia 2018.
Hanya saja, berkat tangan dingin Mancini, Italia tampil superior. Sejak kualifikasi Piala Eropa 2020, Italia sudah melakukannya dengan menyapu bersih 10 pertandingan. Masuk ke fase grup, Italia juga mengalahkan Turki, Swiss, dan Wales, sebelum menaklukkan Austria di babak 16 besar. Dua gol kemenangan Gli Azzurri semuanya tercipta di masa extra time, yakni melalui Fedrico Chiesa (94′) dan Matteo Pessina (105′). Sementara, satu gol balasan dari Austria dicetak Sasa Kalajdzic pada menit ke-114. Disini terlihat kekompakan dua Juventus Leonardo Bonucci dan Giorgio Chiellini. Keduanya bermain di Juventus dan sudah bermain bersama dalam 220 laga di timnas Italia.
Ujian sesungguhnya datang di babak perempatfinal saat menghadapi peringkat 1 FIFA Belgia di Allianz Arena. Italia tampil memesona. Unggul 2-0 duluan lewat Nicola Barella dan Lorenzo Insigne, sebelum dibalas penalti Romelu Lukaku. Italia akhirnya lolos ke semifinal Piala Eropa pertamanya sejak edisi 2012. Hasil ini jelas membawa harapan fans Italia, bahwa negaranya bisa berjaya di turnamen kali ini. “Itulah yang saya lihat dari skuad saya, keinginan untuk bermain baik, mencoba bangkit setelah kegagalan lolos ke Piala Dunia 2018,” ujar Mancini, saat itu.
Saat bertanding di babak semifinal Euro 2020 di Wembley London, Inggris, Italia menang atas Spanyol 4-2 melalui adu tendangan penalti. Sebelumnya, Italia vs Spanyol selesai 1-1 selama 120 menit. Federico Chiesa yang menjadi pencetak gol Italia pada menit ke-60. Spanyol menyamakan kedudukan 20 menit berselang, dengan tendangan Alvaro Morata.
Puncaknya, saat Partai Final melawan Inggris. Berkat penampilan menawan dan kemenangan 100 persen sejak awal turnamen, Italia unggul adu penalti atas Inggris dengan skor akhir 3-2. Sebelumnya, kedua tim bermain imbang 1-1 selama 120 menit. Italia ketinggalan lebih dulu pada menit kedua yang diciptakan Luke Shaw, dibalas Leonardo Bonucci menit ke-67. Butuh kesabaran 65 menit. Tanda-tanda Italia bisa mengatasi Inggris sudah terasa. Tim Asuhan Roberto Mancini ini belum pernah kalah dari Inggris saat berhadapan di turnamen besar baik Euro dan Piala Dunia. Dari 4 kali pertemuan baik di Euro dan Piala Dunia, Italia selalu membungkus kemenangan.
Di ajang Euro, kemenangan pertama Italia atas Inggris pada 1980. Saat itu, Italia menang 1-0 atas Inggris di fase Grup 2. Pertemuan kedua di Euro terjadi di saat 2012, tepatnya di perempat final. Italia berhasil menyingkirkan Inggris lewat drama adu penalti. Kemudian di Piala Dunia, bisa mengalahkan Inggris 2-1 atas Inggris dalam perebutan peringkat ketiga. Terakhir di Piala Dunia 2014, Italia menang 2-1 atas Inggris di fase Grup D.
Terkait Juara Euro 2020, ini kemenangan yang pertama dalam 53 tahun (1968-2021), adalah jarak terpanjang satu negara dan melampui penantian 44 tahun Spanyol dari 1964 hingga 2008. Menariknya juga, ada kesamaan saat Italia menjadi juara Piala Dunia 2006 dan Euro 2020. Di PD 2006, Italia mengalahkan Prancis, sepakbola di Negara Pizza tersebut sedang kacau karena Calciopoli Gate. Juventus menjadi klub yang dinyatakan bertanggung jawab hingga degradasi Serie B. Di Euro 2020, datang sebagai tim terluka akibat gagal berpartisipasi di Piala Dunia 2018. Apa pelajaran yang bisa ditarik dari 2018 ke 2021. From Zero to Hero.
Selain itu, gaya permainan yang sudah bertransformasi. Masih hangat dalam ingatan style Tiki Taka ala Spanyol era 2008-2012 begitu superior di eropa dan dunia. Mancini mampu memformulasikan permainan Tiki Taka ala Spanyol dengan formasi 4-3-3. Perpaduan pressing ketat dan operan pendek merapat di garis lapangan mampu membuat lawan tak berkutik. Saat Italia kuasai bola, lawan bak Chasing The Shadow (mengejar bayangan, red) tanpa bisa merebut bola. Inggris sudah merasakan di Partai Final, penguasaan bola Italia 68 persen. Di tambah pertahanan rapat dan serangan balik mematikan, munculah Tikitalia. Permainan bola indah mengalir kolaborasi dengan gaya khas Catenaccio. Trio mungil Nicolò Barella (Inter Milan), Federico Chiesa (Juventus) dan Lorenzo Insigne (Napoli) cerdik dan rapi memainkan alur bola. Mengingatkan, Trio Barcelona, Spanyol, Andres Iniesta, Xavi Hernandez dan Sergio Busquets. Pun dua benteng Barcelona, Spanyol, Carles Puyol dan Gerard Pique, sama kokohnya duet Leonardo Bonucci dan Giorgio Chiellini, makin melengkapi Tikitalia. Juga, mengingatkan pada skuad italia juara PD 2006 yang dilatih Marcello Lippi, dua bek tangguh Fabio Cannavaro (Juventus), Alessandro Nesta (AC Milan) dan trio maestro Alessandro Del Piero (Juventus), Francesco Totti (AS Roma) dan Andrea Pirlo (AC Milan).
Tak kalah penting, sosok Roberto Mancini di kursi pelatih, yang pernah melatih di klub Inggris, Manchester City dan paham benar gaya bermain ‘bola voli’, Kick and Rush ala Inggris, di Partai Final. Eks Pemain Sampdoria ini membawa Italia, 34 pertandingan tak terkalahkan di Euro 2020. Ya, konsep Tikitalia ini sendiri berbanding lurus dengan Kompetisi Serie A. Banyak striker berkelas dunia dan haus gol bergabung seperti Cristiano Ronaldo (Juventus), Romelo Lukaku (Inter Milan) dan Zlatan Ibrahimovic (AC Milan) berpengaruh pada kualitas tiap pertandingan. Pesepakbola Italia merasakan level tinggi di kompetisinya. Dampaknya di tim nasionalnya. Pastinya, kemenangan Italia banyak dipengaruhi gaya bermain, mental, ketenangan dan kesabaran yang jadi modal sebuah tim dalam sebuah turnamen. Congratulazioni (selamat, red) Gli Azzuri. Ci Vediamo (sampai jumpa, red) di Piala Dunia Qatar 2022. (*)