Oleh: Dr Lesza Leonardo Lombok SH LLM (Ketua Pusat Studi Hukum dan HAM Universitas Negeri Manado) PIALA Dunia U20 yang akan diselenggarakan di Indonesia pada Mei-Juni 2023 mendapatkan tantangan yang berat. Timnas U20 Israel yang lolos kualifikasi dan akan melakukan debut pertamanya di ajang ini mendapatkan statement penolakan dari beberapa Kepala Daerah di Indonesia. FIFA sebagai organisasi regulator penyelenggaraan Piala Dunia U20 kemudian mengambil tindakan membatalkan drawing atau undian pembagian grup yang akan diselenggarakan di Bali, yang Kepala Daerahnya merupakan salah satu diantara yang memberikan statement penolakan. Hal ini menimbulkan polemik yang tidak berkesudahan hingga kini. Dukungan Terhadap Palestina Beberapa pengamat olahraga khususnya sepakbola sangat menyesalkan statement penolakan tersebut, karena dapat mengancam eksistensi Indonesia di kancah sepakbola dunia. Namun di sisi lain beberapa tokoh tertentu mengeluarkan dukungan terhadap penolakan tersebut. Kesemuanya bermuara pada satu situasi : dukungan terhadap negara Palestina. Dikatakan bahwa penolakan terhadap kedatangan Israel merupakan bentuk dukungan terhadap negara Palestina sebagaimana yang telah dicanangkan sejak jaman Presiden Soekarno, yang menolak segala bentuk penjajahan di atas dunia. Sejatinya, sikap dukungan terhadap Negara Palestina yang diambil oleh Presiden Soekarno, yang kemudian terus berlanjut hingga Presiden Jokowi saat ini, merupakan sikap politik luar negeri Indonesia. Hal ini dapat dipahami, karena Indonesia merasa memiliki sejarah perjuangan yang sama dengan Palestina. Pertanyaannya adalah, bila Timnas Israel pada akhirnya tetap bertanding di Indonesia, apakah dapat dipandang sebagai bentuk pengakuan terhadap penjajahan Israel terhadap Palestina? Tentu saja tidak. Pengakuan Dalam Hukum Internasional Dalam hukum internasional, terdapat dua teori besar tentang pengakuan terhadap kedaulatan negara, yakni Teori Deklaratif dan Konstitutif. Teori Deklaratif melihat pengakuan hanyalah sebuah pernyataan formal saja bahwa suatu negara telah lahir atau ada. Artinya, ada atau tidaknya pengakuan tidak berakibat apapun terhadap keberadaan suatu negara sebagai subjek hukum internasional. Sedangkan Teori Konstitutif mengajarkan bahwa meskipun negara dapat berdiri sebagai fakta, ia baru dianggap ada dalam hukum internasional setelah diakui oleh negara-negara lain. Pengakuan menciptakan penerimaan terhadap suatu negara sebagai anggota masyarakat internasional. Artinya, pengakuan merupakan prasyarat bagi ada-tidaknya kepribadian hukum internasional (international legal personality) suatu negara. Dari teori di atas, ada dua praktik cara memberikan pengakuan yang dilakukan oleh negara – negara di dunia ini. Pertama dengan Expressed Recognition atau pengakuan secara tegas, yakni pengakuan yang diberikan smelalui suatu pernyataan resmi. Kedua dengan Implied Recognition atau secara diam-diam atau tidak tegas. Misalnya, pembukaan hubungan kerjasama di bidang perdagangan, kunjungan resmi seorang kepala negara, atau pembuatan persetujuan dan/atau perundingan. Posisi Dunia Terhadap Israel Di kancah dunia sendiri, Israel sudah memiliki posisi yang sangat kuat. Hingga saat ini Israel telah memiliki hubungan diplomatik dengan lebih dari 160 negara di dunia, dan lebih dari 90 misi diplomatik. Beberapa negara Arab-Afrika bahkan telah membuka hubungan diplomatik dengan Israel seperti Uni Emirat Arab, Sudan, Maroko, hingga Mesir dan Yordania. Meskipun demikian, Israel juga memiliki hukum di negaranya sendiri yang secara tegas menyatakan bermusuhan dengan negara – negara tertentu, seperti Lebanon, Suriah, Irak, dan Yaman. Sedangkan negara yang memiliki hubungan sangat dekat dengan Israel adalah Amerika Serikat, Turki, Jerman, Inggris Raya, dan India. Meskipun belum ada hubungan diplomatik dengan Indonesia, kesemua hal tersebut di atas menegaskan tentang keberadaan Israel sebagai negara yang telah memiliki kedaulatan penuh karena telah memenuhi ketentuan dalam Konvensi Montevideo tentang syarat berdirinya sebuah negara. Posisi Indonesia Terhadap Israel - Palestina Pada saat Presiden Gus Dur menjabat, beliau sempat akan mengakui kedaulatan Israel sekaligus membuka hubungan diplomatik, namun kecaman dan pertentangan muncul dari berbagai elemen masyarakat pada masa itu sehingga tidak berhasil diwujudkan. Pada masa Presiden SBY, hubungan dengan Israel dinyatakan tidak akan dibuka sebelum pendudukan atas Palestina diakhiri oleh Israel. Namun demikian, belum adanya hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Israel pun dapat dianggap sebagai sebuah perdebatan. Hingga saat ini, Indonesia memiliki hubungan dagang dengan Israel, yang terlihat dalam neraca dagang Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik. Indonesia memiliki nilai impor dari Israel sebesar 47,8 juta dollar AS pada tahun 2022. Di sisi lain, nilai ekspor Indonesia ke Israel sebesar 185,6 juta dollar AS atau dapat dikatakan surplus dengan nilai impor. Selain itu, Indonesia memiliki hubungan erat dengan Israel di bidang pariwisata, keamanan, hingga kesehatan. Sekitar 11.000-15.000 orang Indonesia sering melakukan perjalanan ziarah ke Israel setiap tahunnya dengan visa kunjungan lewat agen perjalanan. Begitu pula warga Israel yang dapat melakukan kunjungan ke Indonesia lewat visa kunjungan ataupun kelompok bisnis. Mengesampingkan muatan – muatan politis yang mungkin saja ada, saya berasumsi bahwa berbagai pihak yang memberikan penolakan tersebut seperti merasa bahwa dengan menerima Timnas Israel bertanding di Indonesia maka Indonesia secara “diam-diam” telah mengakui atau memberikan Implied Recognition. Indonesia akan terlihat seperti seolah – olah telah membuka hubungan diplomatik dengan Israel, dianggap tidak keberatan dengan situasi dominasi Israel terhadap Palestina, dan lebih jauh lagi Indonesia seolah – olah tidak mengakui keberadaan Palestina. Hal – hal tersebut jelas telah terbantahkan dengan sendirinya. Presiden Jokowi telah memberikan statement bahwa Indonesia secara konsisten dan teguh memperjuangkan kemerdekaan bangsa Palestina dan mendukung penyelesaian two state solution, negara Israel dan negara Palestina merdeka. Pernyataan tersebut memiliki kesesuaian dengan berbagai teori hukum internasional dalam kaitannya dengan posisi Indonesia terhadap Palestina dan Israel. Pemerintah memiliki sikap secara tegas (Expressed Recognition) mengakui keberadaan Negara Palestina, namun di sisi lain meskipun belum membuka hubungan diplomatik dengan Israel, Indonesia tidak dapat memungkiri bahwa negara Israel telah ada dan memiliki international legal personality. Timnas Israel Bertanding di Indonesia Polemik ini memang tidak akan terhindarkan baik dari sisi agama, politik, hingga hukum, dan akan terus bergulir di masyarakat. Namun kita harus menyadari bahwa negara Israel berdasarkan hukum internasional itu telah ada dan aktif dalam eksistensinya di kancah perpolitikan dunia. Untuk menghindari membesarnya potensi dampak dari polemik ini, kita dapat memilih untuk melihat bahwa kehadiran Israel sebagai peserta Piala Dunia U20 di Indonesia adalah sebagai Federasi Sepakbola. Sama seperti Timnas Indonesia yang dikelola oleh federasi sepakbola lewat PSSI ketika bertanding sesuai kalender olahraga FIFA, maka begitu juga Timnas Israel yang akan bertanding dalam kalender olahraga FIFA. Polemik yang tidak berkesudahan ini dapat saja menimbulkan dampak lain yang sebenarnya tidak berhubungan langsung dengan polemik awalnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa olahraga sepakbola adalah olahraga sejuta umat. Banyak situasi cenderung akan merugikan Indonesia apabila pada akhirnya FIFA memutuskan Piala Dunia U20 batal diselenggarakan di Indonesia akibat penolakan terhadap Timnas Israel. Mari semuanya mengesampingkan kepentingan – kepentingan lain, apalagi kepentingan politik, karena ini adalah persoalan olahraga yang perlu perspektif dan pendekatan yang berbeda demi kemajuan bersama.(*)