Kamis, 8 Juni 2023

'Wasit' Pemilu Netral, Pileg-Pilpres Steril

- Jumat, 24 Februari 2023 | 09:04 WIB
BERSIAP: Ketua KPU Sulut Meidy Tinangon hadir dalam MP Talks dengan host Angel Rumeen.
BERSIAP: Ketua KPU Sulut Meidy Tinangon hadir dalam MP Talks dengan host Angel Rumeen.

  MANADOPOST.ID—Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) sedang melaksanakan tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Dimana pencoblosan untuk lima jenis pemilihan akan digelar kurang dari setahun, tepatnya 14 Februari 2024. Dalam podcast bersama Manado Post, Ketua KPU Provinsi Sulut Meidy Tinangon membeberkan, ada lima jenis pemilihan yang akan dilaksanakan. Yakni pemilihan presiden, pemilihan anggota DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Dikatakan Tinangon, sejak 14 Juni 2022 silam, KPU sebagai penyelenggara sudah memulai tahapan. “Tahapan ditandai dengan diundangkannya PKPU Nomor 3 tahun 2022 tentang tahapan dan jadwal penyelenggaraan pemilu 2024. KPU RI langsung menyusun program dan anggaran serta membuat regulasi yang ada. Mulai dari PKPU hingga keputusan KPU terkait petunjuk teknis,” sebutnya. KPU juga kata Tinangon, melaksanakan verifikasi partai politik peserta pemilu. “KPU sudah menetapkan 14 Desember lalu 18 parpol peserta pemilu. Setelah itu penetapan jumlah kursi dan daerah pemilihan. Kemudian untuk tahapan pencalonan anggota DPD RI, mulai dari pemasukan dukungan bakal calon anggota DPD RI, verifikasi administrasi dan saat ini sedang berlangsung verifikasi faktual di masing-masing kabupaten/kota,” urainya. Khusus di Sulut, ada 10 bakal calon yantg lolos verifikasi administrasi. “Ada satu bakal calon yang dinyatakan tidak memenuhi syarat dan mengajukan gugatan sengketa di Bawaslu. Setelah melalui mediasi, yang bersangkutan diakomodoir dengan mengulang memasukkan berkas dukungan,” jelas Tinangon. Selanjutnya tahapan yang sementara dilaksanakan adalah verifikasi faktual bakal calon DPD RI di kabupaten/kota dan pemutakhiran data pemilih. Dimana Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) sedang melakukan pendaftaran dan pemutakhiran data pemilih. Di samping menjalankan tahapan pemilu, KPU juga berusaha meminimalisir berbagai tantangan yang muncul seiring kemajuan dunia digital hingga gencarnya media sosial (medsos). “Eskalasi medsos memang meningkat pada pemilu 2019. Kita antisipasi dengan mekanisme yang dinamakan penilaian resiko. Termasuk berita hoaks yang biasa muncul di tahapan kampanye. Kita telah antisipasi dengan melakukan kerja sama dengan pihak terkait, termasuk media massa,” kata Tinangon. KPU juga menurut Tinangon, berusaha melibatkan masyarakat dalam tiap tahapan pemilu. “Tanpa partisipasi masyarakat, demokrasi itu mati. Apalah gunanya kita bicara demokrasi kemudian rakyat tidak dilibatkan. Karena itu, kita di setiap tahapan ada partisipasi masyarakat,” sebutnya. Di antaranya dalam perekrutan badan ad hoc dibuka seluas-luasnya untuk masyarakat mendaftar serta memberikan tanggapan terhadap calon yang ada. Demikian juga dalam verifikasi partai politik disiapkan fasilitas secara online bagi masyarakat mengecek datanya apakah dicatut parpol. “Di tahapan pemutakhiran data pemilih kita juga menyiapkan itu. Ada laman cek DPT online, bisa cek apakah terdaftar atau tidak. Ada juga tanggapan masyarakat,” tambahnya. Jadi, dikatakan Tinangon, pelibatan masyarakat bukan saja pada hari H pemungutan suara. “Sepanjang tahapan kita berusaha masyarakat terlibat,” bebernya. KPU Sulut juga berkomitmen mempertahankan prestasi partisipasi pemilih tertinggi. “Kita menggandeng semua komponen masyarakat dan menggunakan perkembangan teknologi informasi,” tuturnya. Dalam kesempatan ini juga Tinangon memberikan jaminan terhadap netralitas penyelenggara pemilu. “Sejauh ini yakin dan bisa menjamin netralitas dari penyelenggara pemilu baik di provinsi maupun kabupaten/kota. Kalau toh kemudian ada yang ditemui tidak netral, kita punya instrumen menguji soal dugaan independensi atau netralitas dari penyelenggara pemilu di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu,” jelasnya. Sementara untuk badan ad hoc, dilimpahkan DKPP pada KPU untuk mengaturnya. “Itu sudah sejak 2019 diterapkan dan memang pernah ditemui penyelenggara ad hoc yang tidak netral. Ada yang hadir dalam kampanye, itu sudah memutus pemberhentian,” katanya. Sepanjang 2019, tambahnya, tidak ada komisioner yang diberhentikan terkait netralitas. Untuk meminimalisir hal ini, KPU terus melakukan peningkatan kapasitas. Untuk badan ad hoc, KPU berusaha semaksimal mungkin agar yang direkrut benar-benar penyelenggara yang netral. KPU pun terus berkaca pada pengalaman pemilu 2019. Sejumlah kekuranga dibenahi. Termasuk soal beban kerja yang pada 2019 lalu menyebabkan banyak kasus kematian penyelenggara pemilu karena kelelahan. Dibeberkan Tinangon, salah satu solusi yang dilakukan adalah mengurai beban kerja. “Setelah dianalisis paling banyak KPPS. Karena 2019 pertama kali pemilu serentak dengan lima jenis pemilihan, beban kerja bertambah dan tidak tidur. Ini sangat rentan. Yang meninggal dunia kebanyakan punya penyakit bawaan, kemudian faktor usia. Karena itu dalam perekrutan badan ad hoc kita memperketat syaratnya. Kita juga mendorong partisipasi generasi muda,” jelasnya. Sementara mengenai indeks kerawanan pemilu (IKP), dimana Sulut bertengger di peringkat dua daerah terawan setelah DKI Jakarta, Tinangon mengatakan peringkat lima besar IKP tersebut sejak pilkada 2020. “KPU sangat terbantu dengan pemetaan IKP ini membuat kita makin waspada dan wajib hukumnya kita menyiapkan langkah mitigasi, seperti apa yang bisa dilakukan,” katanya.(gel)

Editor: Angel Rumeen (ukw: 2978)

Tags

Terkini

Banteng Sulut Bidik 25 Kursi di DPRD Sulut

Kamis, 11 Mei 2023 | 13:28 WIB

Demokrat Sulut Benarkan Kadernya Pindah PDIP

Kamis, 11 Mei 2023 | 07:28 WIB
X