MANADOPOST.ID- Pemilu 2024 berpotensi akan lebih parah ketimbang pemilu 2019 lalu. Buruknya kualitas pemilu akibat kejahatan akan semakin sulit dicegah. "Pemilu seharusnya merupakan momentum politik peralihan kekuasaan. Namun pemilu mulai digiring pada kepentingan bisnis, kepentingan industri maupun kepentingan doktrinisasi. Jadi konflik yang terjadi selama ini bukan soal urusan politik. Tapi ada kepentingan lain," kata Dosen Kepemiluan FISIP Universitas Sam Ratulangi Manado, Ferry Daud Liando dalam seminar yang digelar Bawaslu RI di Hotel Luwansa, Selasa (21/3). Menurutnya, banyak pemilik modal ikut berkepentingan soal pemilu. Pemilik modal yang merasa kesulitan dengan kebijakan pemerintahan saat ini tentu tidak menghendaki status quo. "Mereka ingin pergantian rezim. Bagi pemilik modal yang merasa diuntungkan dengan kebijakan pemerintah, tentu berharap status quo dan menghendaki tidak terjadi perubahan rezim. Pemilu akan terjadi perang antara kelompok konservatif dan progresif," terangnya. Pemilu juga, kata dia, akan menjadi kepentingan industri. Sebab, saat ini makin menonjol operasi artificial intelegence. "Mesin atau robot mulai mengendalikan tabiat manusia. Banyak informasi hoax, adu domba dan penyebar kebencian ternyata ada yang dikendalikan oleh kecanggihan teknologi walaupun operatornya adalah manusia. Ada kepentingan ekonomi dibalik ini," tandasnya. Pemilu juga, lanjutnya, telah menjadi arena perang doktrin yang bernuansa SARA. Lebih jauh dirinya menyebutkan, politisasi identitas beppotensi akan lebih marak terjadi. "Polarisasi masyarakat saat Pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pemilu 2019 yang awalnya mulai redup, kini mulai dihidupkan kembali. Sebagian media televisi sudah mulai menayangkan perdebatan aktor-aktor yang terkesan senang mengadu domba publik," tuturnya. Untuk itu, kata dia, Bawaslu dan jajaran memiliki tugas yang amat berat pada pemilu kali ini. "Bawaslu diberikan kewenangan untuk memastikan pemilu secara berkualitas melalui proses pemilu jujur dan adil," pungkasnya. (ando)